Guru Besar Ilmu Hubungan Internasional Universitas Indonesia (UI) Profesor Hikmahanto Juwana mempertanyakan sikap Selandia Baru tersebut.
"Lalu apa yang menjadi motif pemerintah Selandia Baru saat ini untuk menyerahkan operasi pembebasan terhadap warganya? Apakah pemerintah Selandia Baru telah berupaya mengontak para penyandera melalui lobi-lobi mereka? Apakah pemerintah Selandia Baru telah meminta bantuan Palang Merah Internasional?" tanya Profesor Hikmahanto kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (27/3).
Terlepas dari sejumlah alasan Selandia Baru, Profesor Hikmahanto Juwana meminta agar pemerintah Indonesia tidak terbebani baik dari segi materi maupun imateri terhadap pembebasan Phillip Mark Marthens tersebut.
"Apapun alasan dan upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah Selandia Baru hingga saat ini maka satu hal yang perlu dicermati yaitu operasi pembebasan tidak boleh menjadi beban bagi Indonesia," tegasnya.
"Baik beban finansial, beban reputasi internasional atau beban yang mungkin ditimpakan oleh rakyat Selandia Baru ketika operasi pembebasan gagal," sambungnya.
Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani menuturkan operasi pembebasan sangat membutuhkan biaya, terkadang nyawa.
Maka dari itu, negara lain tidak boleh lepas tangan jika ada warga negaranya yang disandera kelompok separatis di sebuah negara. Negara tersebut harus bertanggung jawab atas keselamatan warga negaranya.
"Bila setiap warga asing yang memasuki wilayah tertentu di Papua sudah diperingati oleh pemerintah untuk tidak masuk, namun berkeras untuk masuk dan mengalami penyanderaan oleh KKB maka berapa biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia setiap kali terjadi penyanderaan? Apakah wajar bila biaya ini ditanggung oleh pajak rakyat Indonesia?" tegasnya lagi.
"Biaya ini sudah seharusnya menjadi tanggungan pemerintah dari warga negara yang disandera," tutupnya.
BERITA TERKAIT: