Pengumuman tersebut disampaikan Kementerian Luar Negeri Mali pada Rabu (9/8), dalam perselisihan terbaru antara negara Afrika Barat dan bekas penjajahnya itu.
Dalam pernyataannya, Kemlu Mali mengatakan langkah itu merupakan tindakan balasan, setelah Prancis mengklasifikasikan Mali sebagai "zona merah" atas dasar ketegangan regional yang kuat.
"Dalam penerapan timbal balik, kementerian menangguhkan, sampai pemberitahuan lebih lanjut, penerbitan visa untuk warga negara Prancis oleh layanan diplomatik dan konsuler Mali di Prancis," bunyi pernyataan itu.
Mengutip laporan
Anadolu Agency pada Kamis (10/8), ketegangan regional yang dimaksud berasal dari situasi kudeta militer Niger, di mana Mali dan Burkina Faso menyatakan dukungan dan keberpihakannya kepada pemimpin kudeta.
Sementara blok regional Komunitas Ekonomi Negara-negara Afrika Barat (ECOWAS), yang didukung Barat, menyatakan kecamannya atas penggulingan Presiden terpilih Niger Mohamed Bazoum. Mereka juga mengancam akan melakukan intervensi militer untuk memulihkan tatanan konstitusional di Niger setelah kudeta.
Hubungan antara Prancis dan Mali sendiri telah lama goyah sejak tentara di bekas koloni itu merebut kekuasaan pada tahun 2020 dan kudeta militer 2021.
Junta Mali melarang operasi dari organisasi non-pemerintah yang didanai Prancis dan mengusir pasukan Prancis yang ditempatkan di sana untuk membantu negara itu melawan pemberontakan.
BERITA TERKAIT: