Berbicara kepada
The National pada Kamis (14/6), Lalisse mengatakan bahwa UE menilai protes pembakaran Quran sebenarnya tidak memiliki tempat di Eropa. Namun demikian, dia mengatakan keputusan diserahkan kepada masing-masing negara apakah akan melarang tindakan tersebut.
Menurutnya, negara-negara Uni Eropa harus mencapai keseimbangan yang sangat baik antara kebebasan berekspresi dan agama.
Perdebatan tentang pembakaran Al Quran telah dihidupkan kembali oleh dua protes baru-baru ini di Stockholm yang menyebabkan kecaman dari dunia Muslim.
Swedia mengatakan sedang mempertimbangkan apakah membuat insiden yang dirancang memprovokasi dan menyebabkan penghinaan sebagai kejahatan berdasarkan undang-undangnya.
Dewan hak asasi manusia PBB juga sudah bereaksi dengan mengeluarkan mosi minggu ini yang mengatakan orang yang bertanggung jawab atas tindakan penodaan harus dimintai pertanggungjawaban. AS dan UE memberikan suara menentang resolusi tersebut.
Lalisse, mantan wakil duta besar Uni Eropa di Yaman yang mengambil peran memerangi kebencian anti-Muslim, mengatakan pandangan blok adalah bahwa membakar kitab suci tidak sejalan dengan nilai-nilai fundamental UE.
“Ini dapat dianggap sebagai manifestasi dari rasisme, xenofobia, dan intoleransi, dan tidak memiliki tempat di Eropa,” katanya.
Ditanya oleh The National tentang kemungkinan larangan, dia mengatakan membakar Al Quran dapat dianggap sebagai hasutan untuk kebencian, sebuah tindakan yang seharusnya dihukum oleh negara-negara UE di bawah arahan 2008.
BERITA TERKAIT: