Seperti dimuat
ANI News pada Minggu (2/7), dalam Indeks Perdamaian Global, IEP masih menempatkan Afghanistan ke dalam daftar tersebut karena masih banyaknya kasus kriminalitas di negara itu.
Meski begitu, IEP mengakui bahwa Afghanistan telah mencatat penurunan kasus kematian secara signifikan, dari 43 ribu kasus menjadi hanya 4.000, dengan insiden terorisme di Afghanistan yang juga berkurang sekitar 75 persen pada 2022.
Kendati begitu, Afghanistan dinilai masih berada dalam kategori tidak aman bersama dengan Rusia, Yaman, Suriah, dan Sudan Selatan. Itu karena IEP menganggap situasi keamanan di negara tersebut masih tidak menentu, dengan eskalasi konflik antara ISIS-K dan Taliban yang kemungkinan masih menjadi ancaman yang besar.
Dalam pernyataannya, jurubicara Taliban, Zabihullah Mujahid, menyanggah laporan yang dikeluarkan IEP, dengan menyebutnya sebagai temuan tidak adil, karena data yang dikeluarkan berbeda dengan data milik mereka.
Mujahid mengklaim bahwa sejauh ini jumlah insiden terorisme telah berkurang lebih dari 99 persen di Afghanistan, dan angka korban tidak sebesar yang disebutkan dalam laporan tersebut.
"Mereka mengatakan bahwa masih ada 4.000 korban sipil yang tewas di sini, itu tidak benar. Kami hanya memiliki korban hingga 1.000. Memang ada beberapa serangan teror dari Daesh (ISIS) dalam beberapa tahun terakhir ini, tapi serangan itu masih terkendali," katanya.
Taliban berpendapat bahwa mereka telah berhasil mengendalikan situasi keamanan di negara tersebut.
Namun, perbedaan pendapat antara Taliban dan IEP ini disebut telah mencerminkan kompleksitas kondisi di Afghanistan, sehingga analisis dan evaluasi lebih lanjut terkait keamanan di negara tersebut masih perlu ditinjau secara mendalam di negara itu.
BERITA TERKAIT: