"Pemilihan presiden, Majelis Nasional, dan pemerintah daerah akan berlangsung pada 23 Agustus," isi pernyataan Pemerintah, seperti dikutip dari
Africa News, Kamis (1/6).
Mnangagwa, yang terpilih pada 2018, akan mencalonkan diri untuk masa jabatan kedua. Pemilihannya menyusul kudeta militer yang menggulingkan Robert Mugabe pada 2017.
Petahana berusia 80 tahun itu akan melawan pengacara sekaligus pendeta muda Nelson Chamisa (45), pemimpin Koalisi Warga untuk Perubahan (CCC) yang baru dibentuk.
Sebelumnya Chamisa sempat menuduh Presiden Mnangagwa tidak jelas tentang tanggal pemilihan. Menurutnya, Mnangagwa tidak bisa mengambil keputusan cepat dan terlihat bersembunyi. Padahal, tanggal pemilihan harus segera disepakati mengingat ada banyak orang yang perlu mengatur jadwal. Belum lagi kekacauan administrasi seperti daftar nama pemilih yang tiba-tiba hilang, bahkan, tanpa sepengetahuan, telah terdaftar untuk memilih di tempat-tempat selain lingkungan tempat tinggal.
"Orang-orang harus merencanakan, ada yang harus meminta hari cuti, ada yang diaspora harus kembali, investor internasional harus merencanakan sekitar tanggal pemilihan. Kami juga harus merencanakan. Kami tidak sekacau Pak Mnangagwa. Jadi kami ingin tanggal-tanggal ini diketahui lebih awal dan lebih awal," kata Chamisa di luar pusat pendaftaran.
Oposisi telah menuduh partai Zanu-PF yang berkuasa di Zimbabwe sejak kemerdekaan Zimbabwe pada 1980 melakukan represi terhadap lawan politik.
BERITA TERKAIT: