Lonjakan pada kebutuhan pokok seperti bahan bakar, makanan pokok, dan air, disebabkan oleh terhambatnya distribusi pasokan akibat bentrokan di Khartoum dan bagian lain Sudan.
Mengutip
African News pada Rabu (10/5), Khartoum adalah pusat bisnis untuk sebagian besar industri dan jasa.
Pabrik-pabrik yang memproduksi barang-barang vital berada di bagian kota tempat pertempuran sengit terjadi. Bahkan Beberapa dari mereka dilaporkan telah dijarah.
Menurut Badan Kemanusiaan PBB, kondisi saat ini merupakan kemunduran baru bagi ekonomi Sudan yang stagnan.
Konflik yang sedang berlangsung telah menutup arus perdagangan ke dan dari Sudan. Pelabuhan utama bahkan menghentikan operasinya hingga pemberitahuan lebih lanjut.
"Ekonomi negara yang kewalahan diperkirakan akan semakin memburuk jika pertempuran berlanjut," kata PBB.
Konflik militer yang meletus sejak 15 April lalu telah mengakibatkan 550 kematian dengan 4.926 orang terluka.
Sementara itu, PBB mengatakan sebanyak 123.110 pengungsi telah melarikan diri ke Sudan Selatan, Mesir, Chad, Ethiopia, dan Republik Afrika Tengah, untuk mencari perlindungan.
Sudan adalah pengekspor penting getah Arab, emas, wijen, kacang tanah, dan ternak. Tetapi ekonomi telah tertahan oleh sanksi selama beberapa dekade dan isolasi internasional, serta menjamurnya kasus korupsi.
Situasi memburuk setelah kudeta militer 2021 ketika lembaga keuangan internasional menghentikan program bantuan Sudan.
BERITA TERKAIT: