Dalam pertemuan itu, keduanya membahas situasi kemanusiaan dan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh kelompok Rapid Support Forces (RSF) di Sudan.
Dubes Yassir menyampaikan kepada Menteri Pigai tentang kondisi terkini di negaranya, termasuk berbagai pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh RSF terhadap rakyat sipil.
“Saya memberi penjelasan singkat tentang pelanggaran HAM di Sudan yang dilakukan oleh RSF untuk pasukan pendukung yang melakukan kejahatan mengerikan,” katanya.
Ia menegaskan bahwa konflik di Sudan tidak terlepas dari campur tangan kekuatan asing yang memiliki kepentingan politik di kawasan.
“RSF didukung oleh beberapa kekuatan regional dan internasional. Ini sebenarnya adalah rencana oleh mantan penjajah untuk membubarkan Sudan dan HAM dilanggar secara serius,” tegasnya.
Menurut Dubes, isu HAM sering digunakan sebagai dalih untuk intervensi politik. Karena itu, ia menilai penting untuk mengembalikan makna sejati dari perjuangan hak asasi manusia.
“HAM adalah untuk HAM rakyat, bukan untuk digunakan sebagai kendaraan untuk campur tangan secara politik,” ujar Dubes.
Dalam kesempatan itu, Dubes Yassir juga menyampaikan apresiasinya terhadap posisi Indonesia yang konsisten mendukung kedaulatan Sudan di forum internasional.
“Syukurlah sekarang Indonesia memiliki posisi yang sangat kuat dengan Sudan,” tuturnya.
Ia berharap kerja sama antara kedua negara dapat diperluas setelah perang di Sudan berakhir.
“Kami berharap untuk meningkatkan hubungan kami setelah perang berakhir Indonesia akan menjadi insya Allah mitra utama dengan Sudan untuk pop proyek rekonstruksi Indonesia akan menjadi mitra strategis Sudan untuk ketahanan pangan,” pungkasnya.
BERITA TERKAIT: