Hal itu diungkap Kedutaan Besar Sudan di Jakarta dalam sebuah pernyataan yang dirilis pada Rabu (3/5).
Menurut paparan Kedubes, setelah beberapa minggu bertempur, pasukan RSF banyak kehilangan cengkraman mereka di beberapa lokasi strategis di Khartoum.
Kondisi terdesak itu mendorong RSF melakukan tindakan keji amoral dengan menghancurkan fasilitas publik penting di ibukota, termasuk rumah sakit dan tindak kejahatan pada staf medis.
"Akibatnya 69 persen rumah sakit tidak berfungsi, dan staf medis dievakuasi secara paksa. Pekerja darurat dan ambulans menjadi sasaran, 19 tenaga medis tewas, sembilan di antaranya diculik dan sejumlah apotek dijarah," jelas Kedubes.
Dikatakan Kedubes, RSF bahkan melakukan evakuasi paksa pada pasien di rumah sakit, agar gedungnya bisa digunakan sebagai markas pertahanan.
"Bahkan beberapa rumah sakit digunakan oleh pemberontak sebagai pangkalan militer, setelah mengevakuasi paksa semua pasien, termasuk mereka yang berada dalam posisi kritis," ungkap laporan itu.
Karena pasokan logitik mereka banyak dihancurkan, RSF akhirnya menjarah puluhan supermarket dan toko kelontong di Khartoum untuk memenuhi kebutuhan dasar para tentara.
Sejak konflik militer meletus 15 April lalu, pasukan RSF telah melanggar enam gencatan senjata kemanusiaan dan sejumlah gencatan senjata diplomatik lainnya.
Pasukan pemberontak dilaporkan telah menjarah mobil CD KBRI di Khartoum dan juga membunuh seorang atase administrasi kedutaan Mesir.
Berita lainnya yang tak kalah mencengangkan ialah RSF yang diberitakan telah merekrut banyak anak-anak dari keluarga miskin untuk menjadi tentara mereka. Tindakan itu dikecam oleh banyak pihak karena merupakan suatu tindakan kejam yang melanggar hak asasi kemanusiaan.
BERITA TERKAIT: