Kesepakatan kerangka kerja yang seharusnya ditetapkan oleh kelompok junta yang berkuasa dan kelompok sipil untuk mengatur transfer kekuasaan di negaranya terus mengalami kebuntuan dalam proses negosiasinya.
Menurut garis waktu yang telah ditetapkan, kedua pihak itu seharusnya menunjuk perdana menteri baru dan lembaga otoritas transisi pada 11 April kemarin, namun hingga kini, mereka masih penunda kesepakatan tersebut.
Dimuat
All Africa, Rabu (12/4), kelompok sipil dan militer negara melewati tenggat waktu kesepakatan transisi itu setelah mereka mengalami ketidaksepakatan tentang integrasi Pasukan Dukungan Cepat (RSF), atau paramiliter ke dalam tentara negara.
“Pertikaian antara kedua kekuatan tersebut menyangkut tentang komando dan kendali komite yang bertugas mengawasi reorganisasi,†kata anggota kelompok payung faksi pro demokrasi, Yassir Arman.
Penundaan pembentukan pemerintah sipil itu memicu kekhawatiran yang mendalam terkait perpecahan antara militer Sudan dengan para kelompok pro demokrasi.
Negara tersebut terus terjerumus ke dalam kekacauan politiknya, setelah militer mengkudeta pemerintah terpilih pada 2021 lalu, yang membawa negara itu ke dalam jurang krisisnya.
BERITA TERKAIT: