Dimuat
Associated Press, Rabu (5/4), misi PBB menyatakan keprihatinannya, setelah Taliban benar-benar memberlakukan larangan itu, dengan mencegah staf perempuan PBB di Provinsi Nangarhar timur untuk bekerja.
"Larangan semacam itu tidak dapat diterima dan terus terang, tidak dapat dibayangkan," kata Juru Bicara PBB Stephane Dujarric.
Berdasarkan catatan lembaga itu, mereka memiliki sedikitnya 3.900 staf di Afghanistan, dengan 600 personel internasional, dan 3.300 lainnya warga negara Afghanistan sendiri, termasuk 600 pekerja wanita di dalamnya.
“Saat ini kami masih melihat bagaimana perkembangan ini akan mempengaruhi operasi kami di negara ini. Kami diharapkan mengadakan lebih banyak pertemuan dengan otoritas de facto besok di Kabul di mana kami mencoba mencari kejelasan,†tambah Dujarric.
Menurut misi Bantuan PBB di Afghanistan (UNAMA), pembatasan terbaru kali ini dapat mempengaruhi operasi bantuan dan penyelamatan mereka di negara itu, yang akan berdampak pada lebih dari 23 juta masyarakat yang membutuhkan bantuan kemanusiaan.
"Kami mengingatkan pihak yang berwenang bahwa entitas Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak dapat beroperasi dan memberikan bantuan yang menyelamatkan nyawa tanpa staf wanita," tulis UNama dalam cuitannya di Twitter.
Sejauh ini juru bicara Taliban belum menanggapi permintaan komentar, dan kelompok itu juga belum mengeluarkan pernyataan dari kebijakan barunya ini.
Sebelumnya pada Desember lalu, pejabat Taliban juga telah memerintahkan semua LSM asing dan dalam negeri untuk menghentikan tenaga kerja wanita di seluruh negeri, yang banyak mengundang kecaman dari masyarakat internasional.
BERITA TERKAIT: