Menurut Duta Besar UE untuk Sudan Selatan, Timo Olkkonen, desakan itu diserukan sebagai upaya agar pemilu dapat berjalan lancar di negara termuda itu.
“Kami menggarisbawahi keprihatinan kami tentang keterlambatan implementasi perjanjian damai. Untuk itu kami mendorong agar perbedaan pendapat yang ada di tingkat politik tidak akan menunda lebih jauh proses pembuatan konstitusi dan juga persiapan pemilu,†kata Timo, dimuat
Radio Tamazuj, Kamis (30/3).
Wakil Direktur Jenderal untuk Perlindungan Sipil Eropa dan Operasi Bantuan Kemanusiaan (ECHO), Michael A. Koehler, menekankan, lancarnya proses pemilu dan kondusifnya situasi negara akan dapat membantu Sudan Selatan mendapatkan dana dari donor internasional.
"Setiap langkah yang dapat dimulai dengan perdamaian dan memastikan bahwa keamanan negara telah baik akan dapat mendorong donor internasional untuk masuk ke sini,†katanya.
“Sebaliknya, jika situasinya semakin buruk dan bangsa ini jatuh kembali ke dalam perang dan konflik, tentu sangat sulit untuk memotivasi donor baru untuk datang dan memberikan dana untuk kepentingan rakyat,†tambah Koehler.
Utusan utama itu melakukan konferensi pers setelah menyelesaikan kunjungan dua hari pada 27-29 Maret. Kunjungan itu untuk bertemu pemimpin politik, sekaligus berkunjung ke tempat pengungsi internal di kota Bentiu untuk melihat situasi kemanusiaannya.
Berdasarkan badan PBB, diperkirakan sebanyak 9,4 juta orang, atau sekitar 76 persen populasi di Sudan Selatan, membutuhkan bantuan kemanusiaan darurat atau perlindungan pada 2023, yang membuat UE kemudian mendesak Sudan Selatan untuk segera menunjukkan kemajuannya, agar bantuan internasional dapat membantu negara itu bertahan.
BERITA TERKAIT: