Seorang profesor di Universitas Ryukoku, Kenichi Oshima, pada Sabtu (11/3) menyatakan penolakan terhadap rencana tersebut, karena dinilai tidak tepat.
"Saya pikir tidak tepat untuk melepaskan zat radioaktif tambahan ini, dan saya memahami penentangan luas terhadap rencana semacam itu," ujarnya, seperti dimuat
Xinhua.
Menurutnya, limbah nuklir tidak seperti bahan kimia berbahaya biasa, karena zat radioaktif tidak hilang tanpa perawatan kimia dan pemurnian alami juga tidak berhasil.
Mengenai rencana pemurnian limbah Advanced Liquid Processing System (ALPS) yang diusulkan oleh Tokyo Electric Power Company (TEPCO), Oshima cukup meragukan. Sistem tersebut karena dinilai tidak dapat menghilangkan nuklida dari air yang terkontaminasi.
"Ada malfungsi dalam sistem penghilangan multi-nuklida ALPS, dimana nuklida selain tritium belum dihilangkan di sekitar dua pertiga dari total 1,3 juta ton air limbah nuklir," jelasnya.
Oleh sebab itu, Oshima menyarankan beberapa cara lain untuk membuang limbah tersebut yang menurutnya lebih tepat dan tidak memakan banyak biaya.
Metode pertama adalah dengan terus menyimpan air limbah nuklir yang diolah dalam tangki, dan menunggu tritium meluruh hingga kurang dari seperseribu dari levelnya saat ini dalam lebih dari 120 tahun. Itu membutuhkan waktu 12,3 tahun.
Cara lain, menurut Oshima adalah dengan menyegelnya di bawah tanah setelah pemadatan mortar dan menunggu lebih dari 100 tahun.
Oshima juga memperkirakan rencana pembuangan limbah ke laut itu tidak akan pernah dibenarkan oleh Badan Energi Atom Internasional (IAEA), karena akan berdampak panjang pada ekosistem laut dan manusia.
BERITA TERKAIT: