Hal itu dipaparkan oleh Associate Professor Universitas Binus, Dinna Prapto Raharja dalam webinar internasional bertajuk
"Fighting for Independence Continues in Tibet Through Chinese Repression", pada Senin (13/2).
Dinna menyoroti serangkaian pertanda buruk lewat perubahan siklus air yang terjadi di Tibet.
"Dalam masalah Tibet, selama bertahun-tahun kita telah melihat hilangnya ribuan danau, munculnya gurun, hilangnya gletser, yang diperkirakan akan hilang hingga 50 persen pada tahun 2050," tuturnya.
Menurut Dinna, kehadiran China di Tibet telah mempercepat risiko bencana tersebut melalui proyek pembangkit listrik tenaga air Beijing yang mempengaruhi pasokan air di hilir terdekat, yakni Asia Selatan.
"Hilangnya Tibet adalah hilangnya sumber air dunia. China entah bagaimana memiliki perannya dalam mempercepat hal yang terburuk," ungkap Dinna.
Dikenal sebagai Kutub Ketiga di dunia, Tibet memiliki sumber air es terbesar. Negara ini juga merupakan sumber mata air yang mengalir pada sungai terbesar di Asia Selatan termasuk Brahmaputra, Indus, Sutlej, Mekong, dan Yangtze.
Lebih dari 1,5 miliar orang di seluruh Asia bergantung pada air yang mengalir dari gletser Tibet.
BERITA TERKAIT: