Kedutaan Besar Iran di Jakarta, menjelaskan bahwa resolusi yang dikeluarkan AS itu berdasarkan klaim tak berdasar dan argumen palsu dengan menggunakan narasi keliru yang bertentangan dengan semangat dan teks dari Piagam PBB.
"Resolusi untuk membatalkan keikutsertaan Iran dalam Komisi Status Perempuan PBB diajukan oleh pemerintah AS dan sebagai kelanjutan dari tekanan global terhadap Iran dengan tujuan mendukung kerusuhan di negara kami," tulis keterangan Kedutaan Besar Iran di Jakarta, Jumat (16/12).
Keterangan itu menyebutkan, Komisi Status Perempuan PBB adalah salah satu pilar Dewan Sosial dan Ekonomi Perserikatan Bangsa-Bangsa (ECOSOC).
Adapun resolusi AS itu, dijekaskan keterangan itu, terjadi pada saat Iran telah menjadi anggota Komisi UNCSW selama dua periode sejak 2011 dan memenangkan keanggotaan badan ini untuk ketiga kalinya selama pemilihan tahun April 2021 dengan jumlah suara 43 suara dari 54 negara anggota ECOSOC.
Tindakan bias Amerika terhadap Republik Islam Iran ini, lanjut keterangan, merupakan upaya untuk memaksakan tuntutan politik sepihak dan mengabaikan tata cara pemilihan anggota di lembaga internasional.
Amerika Serikat sejak pemunggutan suara untuk keanggotaan Iran pada UNCSW menentang keanggotaan negara kami tetapi upayanya tidak berhasil mengingat kepercayaan dan suara negara-negara anggota ECOSOC kepada Iran.
Oleh karena itu AS memanfaatkan perkembangan terakhir di Iran untuk mencapai tujuan utamanya. Tindakan bias AS terhadap Republik Islam Iran ini merupakan penghinaan besar bagi negara-negara yang memberikan surara untuk keanggotaan Iran dalam UNCSW.
Bahkan, Pemerntintah Iran melabeli resolusi AS itu sebagai bidah politik yang mendiskreditkan prosedur legal dari sebuah badan PBB.
"Mencabut anggota sah UNCSW adalah bidah politik yang mendiskreditkan organisasi internasional ini dan juga menciptakan prosedur sepihak untuk penyalahgunaan lembaga internasional di masa depan," tegas keterangan itu.
"Hal ini menunjukkan bahwa negara-negara yang memaksakan unilatralisme di pentas internasional, takut dan khawatair terhadap kehadiran negara-negara merdeka yang memiliki pemikiran, pandangan dan kemampuan mengonsep dalam dokumen-dokumen organisasi internasional," tutupnya.
BERITA TERKAIT: