Langkah Rusia Terhadap Ukraina, Tantangan Baru bagi Persahabatan Putin-Xi Jinping

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Kamis, 24 Februari 2022, 11:23 WIB
Langkah Rusia Terhadap Ukraina, Tantangan Baru bagi Persahabatan Putin-Xi Jinping
Xi Jinping dan Vladimir Putin/Net
rmol news logo Moskow dan Beijing adalah mitra kuat yang tidak tergoyahkan sejak hari-hari awal Perang Dingin. Dilatari dengan kepentingan bersama menghadapi Amerika serikat, dua sekutu ini berkomitmen akan terus berdiri berdampingan.

Namun, apakah keduanya akan tetap sekuat itu di tengah krisis Ukraina?  
Kunjungan 4 Februari saat pembukaan Olimpiade Beijing 2022, adalah pertemuan tatap muka pertama Presiden China Xi Jinping dan Presiden Rusia Vladimir Putin dalam dua tahun setelah terhadang pandemi. Pertemuan tersebut menandai era baru dalam hubungan antara Beijing dan Moskow yang terus menguat secara politik, ekonomi, dan militer.

Krisis Ukraina mungkin akan sedikit mengganggu hubungan keduanya. China akan berada dalam situasi yang sulit, terutama dalam menyeimbangkan hubungannya dengan Rusia terhadap kebijakan luar negerinya.

Pada awalnya, Beijing mungkin masih berharap ketegangan Rusia-Ukraina tidak membawa dampak signifikan bagi dirinya. Ia masih terus mendukung Rusia. Contohnya, ketika Kremlin menuntut agar NATO menarik diri dari Eropa Timur sambil mengerahkan pasukannya di sepanjang perbatasan Ukraina, Beijing menyatakan dukungannya untuk moskow. Bahkan bergabung dengan Rusia dalam mencoba untuk memblokir tindakan terhadap Ukraina di Dewan Keamanan PBB.

Juga ketika semua negara berusaha menjatuhkan sanksi untuk Rusia, China tetap berupaya menenangkan keadaan dengan mengatakan bahwa sanksi tidak akan menyelesaikan masalah, dan jalan damai masih bisa ditempuh.

Namun kini, setelah eskalasi Rusia kian tinggi dan pasuka militer Rusia telah merangsek ke Ukraina timur, China tentu merasa galau.

Sementara Beijing sangat ingin menjaga hubungannya yang kuat dengan Moskow, Beijing juga memiliki hubungan persahabatan yang lama dengan Kiev. China adalah mitra dagang utama Ukraina dan negara itu tetap menjadi pintu gerbang penting bagi proyek geopolitik khas Xi; Inisiatif Sabuk dan Jalan (BRI).

Zhang Xin, seorang profesor di Pusat Studi Rusia di Universitas Normal China Timur Shanghai, mengatakan situasi ini menempatkan Beijing dalam "posisi canggung" untuk bergerak maju karena terlihat bergerak di antara kepentingan-kepentingan yang bersaing ini.

“Nada keseluruhan yang datang dari pernyataan resmi China adalah upaya untuk menormalkan hubungan dengan semua pihak, termasuk dengan Ukraina, sebanyak mungkin,” kata Zhang, kepada Radio Liberty.

Tidak mungkin bagi Beijing mengeluarkan pernyataan untuk menilai tindakan Rusia di Ukraina, tetapi juga tidak mungkin Beijing menunjukkan dukungan eksplisit untuk mengakui Donetsk dan Luhansk sebagai negara merdeka, menurut Zhang.

Beijing harus bergerak sangat hati-hati dalam situasi ini.

Namun, Raffaello Pantucci dari Royal United Services Institute London mengatakan krisis Ukraina tidak mungkin menggagalkan hubungan dekat China dan Rusia.

"Beijing mungkin tidak menyukai apa yang sedang terjadi, tetapi mereka tidak akan menghentikan Kremlin," katanya.

“Itulah sebenarnya tentang kemitraan ini pada akhirnya. China dan Rusia mencari peluang bersama, tetapi bagian terbesar dari dinamika baru mereka hanyalah berusaha untuk tidak menghalangi satu sama lain,” papar Pantucci

Memburuknya hubungan dengan Amerika Serikat juga membuat kemitraan dengan Rusia semakin penting bagi China.

"Jika Anda adalah China atau Rusia, dan Anda tahu bahwa salah satu kekuatan besar tidak akan menghalangi Anda tapi malah bersinergi dengan Anda, maka itu adalah tempat yang cukup bagus,” kata Pantucci. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA