Para pengamat di Moskow menilai pertemuan ini dianggap 'istimewa' mengingat bagaimana bentuk hubungan AS-Rusia belakangan ini. Juga sekalgis memuji pertemuan itu sebagai kemenangan bagi Putin, membingkai pembicaraan itu sebagai yang terbaru dari serangkaian pertemuan puncak bersejarah sejak Perang Dingin.
Ketegangan antara Moskow dan Washington mencapai puncaknya dalam beberapa tahun terakhir dalam daftar panjang perselisihan, mulai dari serangan siber dan campur tangan pemilu hingga pemenjaraan kritikus Kremlin Alexei Navalny dan penunjukan organisasinya sebagai kelompok 'ekstremis', yang berbuntut pada jatuhnya sanksi.
Alexander Shumilin dari Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia, mengatakan pertemuan itu sebagai bentuk bahwa Rusia adalah pemain di liga besar yang.
"KTT menunjukkan Rusia adalah pemain di liga besar," katanya, seperti dikutip dari AFP.
Namun begitu, nampaknya tidak ada yang mengharapkan pertemuan itu menjadi sebuah situasi yang penuh ramah tamah. Mengingat Biden di bulan-bulan pertamanya menjabat mengumumkan sanksi baru terhadap Moskow dan mengatakan kepada seorang wartawan bahwa dia setuju dengan deskripsi Putin sebagai 'pembunuh'.
Biden juga berjanji untuk berbicara keras dengan pemimpin Rusia itu, tentang serangan siber yang disponsori negara dan campur tangan pemilu, juga penyalahgunaan hak asasi manusia, menyembunyikan geng ransomware, dan mengoceh dengan Ukraina.
Ketegangan itu berbuntut dengan pemulangan duta besar dari kedua negara dan diplomat lainnya diusir dalam beberapa bulan terakhir. Puncaknya, Rusia pada Mei secara resmi menunjuk Amerika Serikat sebagai 'negara yang tidak bersahabat'.
Satu-satunya titik terang dalam hubungan adalah kesepakatan pada Februari untuk memperpanjang perjanjian nuklir New Start -- pakta pengurangan senjata terakhir yang tersisa antara Rusia dan Amerika Serikat.
Dengan kerja sama di luar meja, pengamat mengatakan, Biden dan Putin akan dengan senang hati menerima langkah menuju bentuk konfrontasi yang lebih dapat diprediksi.
Fyodor Lukyanov, pemimpin redaksi jurnal berpengaruh Russia in Global Affairs, mengatakan, setelah semua 'pertikaian' itu: "Hubungan antara Rusia dan Amerika Serikat menjadi tidak rasional," katanya.
Ada anarki yang konfrontatif. Kedua negara saat ini pindah ke sistem terstruktur, dan itu lebih mengingatkan pada Perang Dingin, menurut Lukyanov.
Kesepakatan untuk pembicaraan lebih lanjut tentang pengendalian senjata akan dilihat sebagai tanda positif, kata para ahli, seperti janji upaya bersama dalam keamanan siber. Lalu bagaimana dengan tuduhan pelanggaran hak asasi yang disasar AS?
Mengenai masalah hak asasi seperti nasib Navalny, atau dukungan Rusia untuk separatis di Ukraina, tidak ada 'yang menahan napas', menurut para pengamat.
Analis politik independen Rusia, Masha Lipman, mengatakan, Putin telah menjelaskan 100 persen bahwa dia tidak melihat Amerika Serikat sebagai hakim atau pemandu hak asasi manusia.
"Sebuah terobosan di Ukraina? Jangan menunggu itu. Konfliknya kronis dan sia-sia untuk membicarakannya," lanjutnya.
Sementara. Gedung Putih pada Sabtu (12/6), mengatakan bahwa kedua pemimpin tidak akan mengadakan konferensi pers bersama. Biden akan berbicara sendiri kepada wartawannya setelah pembicaraan. Sementara Putin kemungkinan akan berbicara secara terpisah dengan wartawan Rusia.
Mark Galeotti, seorang profesor studi Rusia di Universitas College London, mengatakan, Putin memiliki keharusan untuk mengembalikan Rusia ke tempat yang seharusnya di dunia.
Usai pertemuan. pada akhirnya Putin akan dapat terbang kembali ke Moskow untuk menikmati kejayaan KTT, sementara Biden dapat melanjutkan ke hal-hal lain, menurut Galeotti.
"Biden hanya ingin ... mengemas Rusia dan meletakkannya di rak, dia tidak ingin mencurahkan perhatian untuk ini. Karena dia memiliki masalah lain, tentang Covid, tentang China," kata Galeotti.
"Dia (Biden) ingin sedikit banyak mengatakan kepada Rusia: 'Mundur, selama Anda tidak melakukan apa pun yang benar-benar memaksa saya untuk bertindak, maka saya tidak akan terlalu memperhatikan Anda'," kata Galeotti.
BERITA TERKAIT: