Kesepakatan nuklir Iran, proses perdamaian Afghanistan, situasi Myanmar, Suriah, perubahan iklim dan reformasi PBB, adalah beberapa topik yang dibahas dalam pertemuan Menlu Rusia Sergei Lavrov dan Menlu China Wang Yi.
"Keduanya tidak menargetkan negara tertentu dan hubungan bilateral dilakukan dengan sangat terbuka apa adanya, tanpa konspirasi tersembunyi," menurut juru bicara Kementerian Luar Negeri China.
Suasana pertemuan itu sangat akrab, jauh berbeda dari pertemuan Anchorage China-AS yang intens yang berlangsung dua hari sebelumnya. Bahkan, netizen di sana menduga, pemilihan lokasi Guilin adalah karena 'Guilin' dalam bahasa China adalah homofonik dengan arti 'tetangga yang terhormat'.
Bicara soal Amerika, kedua menlu menginformasikan tentang perkembangan terbaru hubungan mereka dengan AS. Keduanya memiliki pandangan yang sama bahwa AS harusnya memikirkan kembali kerusakan yang ditimbulkannya terhadap perdamaian internasional.
AS harus menghentikan kegiatan bullying, berhenti mencampuri urusan dalam negeri negara lain, dan berhenti menekan negara lain. Semua negara harus mengikuti prinsip Piagam PBB untuk mendorong demokratisasi hubungan internasional.
Mengenai masalah nuklir Iran, kedua belah pihak percaya bahwa Amerika Serikat harus kembali tanpa syarat ke Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) sesegera mungkin dan mencabut sanksi sepihak terhadap Iran. Begitu pun kepada Iran, mereka meminta Iran untuk melanjutkan kepatuhan dan mendorong peran JCPOA dalam mencegah proliferasi nuklir.
Juru bicara Hua Chunying membuat pernyataan pada konferensi pers rutin sebagai tanggapan atas pertanyaan tentang apakah kunjungan Lavrov ke China adalah pengaturan yang disengaja yang dibuat setelah dialog strategis tingkat tinggi China-AS di Alaska.
Hua mengatakan bahwa hubungan China-Rusia sangat perlu dilanjutkan dengan semakin tidak stabilnya dunia saat ini. Persahabatan dua negara bisa menjadi penyeimbang.
"China dan Rusia berdiri bahu membahu dalam kerja sama yang erat, kedua negara melakukan penentangan tegas terhadap hegemoni dan penindasan. Keduanya harus menjadi pilar perdamaian dan stabilitas dunia," kata Hua seperti dikutip dari Xinhua, Selasa (23/3).
BERITA TERKAIT: