Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Sertifikasi Vaksinasi Untuk Perjalanan Antar Negara Akan Berbuah Masalah Baru

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/rieska-wulandari-1'>RIESKA WULANDARI</a>
LAPORAN: RIESKA WULANDARI
  • Senin, 15 Maret 2021, 23:55 WIB
Sertifikasi Vaksinasi Untuk Perjalanan Antar Negara Akan Berbuah Masalah Baru
Gagasan sertifikasi vaksin Covid-19 untuk perjalanan antar negara akan picu masalah baru/Net
rmol news logo Pakar medis yang juga merupakan Direktur Infeksi Rumah Sakit Luigi Sacco, Milan yang khusus menangani pasien Covid-19, yakni Profesor Massimo Galli menilai bahwa gagasan soal sertifikasi vaksinasi sebagai surat jalan bagi penduduk yang ingin melakukan perjalanan antar negara dianggap tidak tepat.

Hal itu dia sampaikan dalam pertemuan daring eksklusif dengan siswa kelas bahasa Italia untuk orang asing yang antara lain berasal dari Brasil, Bangladesh, China, Indonesia, Mesir, Peru, Thailand dan Ukraina serta dikoordinasi oleh Profesor Paola Riso dari Sekolah Bahasa Italia untuk Orang Asing  C.P.I.A 5, di Milan pada pekan lalu.  

Menurut Galli, dia tidak tahu apakah ke depan akan ada sertifikasi internasional untuk vaksinasi. Namun sebelum menerapkan hal tersebut, dia menilai bahwa ada hal yang harus dipertimbangkan.  

"Saya belum tahu apakah akan terbit sertifikasi internasional vaksinasi, tapi ini adalah sebuah masalah serius, karena jika kita menerapkan itu, malah akan membuat malu beberapa negara karena pada saat ini, di seluruh dunia baru Israel dan Inggris saja yang mampu melakukan vaksinasi sesuai target, sementara negara lain sedang dalam masalah memenuhi target vaksinasi, jadi kita harus memikirkan ulang untuk menerapkan sistem ini," ujarnya  

Lebih jauh dia menekankan bahwa saat ini, mobilisasi manusia harus ditekan hingga vaksinasi mencapai target angka 70 persen populasi umat manusia. Oleh karena itu, dia mendorong agar setiap negara dengan vaksin yang dimiliki, untuk segera dan sebanyak mungkin melakukan vaksinasi pada populasinya.

"Saat ini yang harus kita lakukan adalah optimalkan mitigasi, memberikan  pemahaman umum mengenai bahaya Covid-19 serta tetap restriksi pada pergerakan orang. Virus berjalan bersama orang, virus bergerak bersama manusia," ujar Galli.

"Manusia bergerak lalu bertemu dengan manusia lain, di kota ataupun di luar kota. Diantara mereka bisa saling menularkan infeksi, karena itu penting untuk mengintervensi mobilisasi orang," sambungnya.

Meski ini sepertinya tampak sulit dan berat apalagi dalam konteks ekonomi dan aktivita manusia, tapi ini merupakan prinsip fundamental.

"Kita juga harus melanjutkan dengan inisiatif melacak infeksi misalnya dengan melakukan bayak tes di sekolah-sekolah," jelas Galli.

Dia menambahkan, memerangi Covid-19 harus menjadi perjuangan bersama seluruh negara. Karena tidak ada istilah bahwa Covid-19 hanya diperangi oleh negara yang ekonominya mapan. Dia menekankan, negara yang kurang mapan juga harus menghadapi peperangan serupa. Pasalnya, bila infeksi tetap berputar di negara tersebut, maka akan sangat mungkin infeksi menyebar ke negara lain. Oleh karena itu, setiap negara wajib saling membantu, terutama yang mampu, harus sedia membantu yang kurang mampu.  

"Ini perjuangan bersama," ujarnya.  

Di sisi lain, Galli menegaskan bahwa saat ini tidak ada vaksin Covid-19 dengan kualitas buruk. Karena pada kenyataannya semua vaksin telah dipersiapkan dengan kehati-hatian dan kewaspadaan.

"Yang membedakan adalah khasiatnya," jelas Galli.

Misalnya pada vaksin hasil teknologi mRNA  seperti yang dimiliki Pfizer dan Moderna, dianggap  sangat inovatif karena memiliki kapasitas imunologi yang optimum menimbang kemampuannya dalam menghasilkan produksi antibodi saat  menghadapi spike atau virus.  

"Namun vaksin ini sangat sensitif, dalam arti vaksin ini dibuat sedemikian spesifik sehingga bila  muncul varian dengan kemampuan di luar kapasitas vaksin, maka vaksin ini tidak valid lagi contoh dalam hal ini, saat menghadapi virus varian dari Afrika selatan, kapasitas proteksi vaksin terlihat berkurang," ujarnya.

Dia juga menentang pembelian vaksin dengan cara mandiri.  

"Dalam hal ini, bukan soal uang yang kurang tapi ketersediaan vaksinnya. Jadi masalahnya bukan dana pembelian vaksin tapi stok vaksin. Pabrik dan produsen yang menjanjikan vaksin akan datang dalam jumlah yang sudah disepakati, ternyata sampai saat ini tidak mencapai target dan inilah yang membuat program vaksinasi terhambat, situasi yang menjadi kurang nyaman bagi kita semua," kata Galli.

Dia menyerukan agar pemerintah di setiap negara tetap memberikan vaksinasi bagi penduduk yang tidak memiliki kelengkapan dokumen dan jaminan sosial. Dia mengatakan, mereka ini semestinya juga menjadi target vaksinasi, bahkan harus mendapatkan vaksin.  

"Karena bila mereka berada dalam posisi risiko tinggi terpapar, maka mereka juga dalam posisi resiko menularkan. Selain itu, dalam  perspektif  keadilan dan dalam etika, juga dalam cara pandang epidemologis, tidak ada alasan bagi mereka untuk tidak mendapatkan vaksinasi. Vaksin ini untuk mereka dan untuk semua," demikian Galli. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA