Hal tersebut ternyata sudah dilakukan dengan baik oleh Maroko. Bahkan Oxford Business Group (OBG) yang berbasis di London memuji langkah-langkah signifikan yang diambil Maroko untuk mendiversifikasi dan memperkuat ekonomi industri mereka di tengah pandemik.
Dalam laporan yang dirilis OBG bersama Badan Investasi dan Pengembangan Ekspor Maroko (AMDIE) pada pekan lalu, negeri Matahari Terbenam tersebut terbukti mampu membangun aset industri yang dapat memenuhi kebutuhan bukan hanya di dalam negeri, namun juga di luar negeri, khususnya dalam sektor peralatan medis. Sementara, rantai pasokan global sendiri terganggu karena pandemik.
Menurut OBG, industri Maroko di tengah pandemik Covid-19 merupakan yang terkuat di Afrika. Maroko memiliki 54 klaster industri yang terbagi ke dalam otomotif, aeronautika, agribisnis, tekstil, hingga farmasi.
Selama wabah, Maroko berhasil untuk memenuhi kebutuhan masker dalam negeri dan bahkan mengekspornya.
Terhitung antara 21 Mei hingga 8 Juni, sebanyak 69 perusahaan Maroko memproduksi dan mengekspor 18,5 juta masker ke 11 negara, termasuk Prancis, Portugal, Spanyol, dan Jerman.
"Produsen tekstil tidak hanya mampu mengatasi tantangan langsung, tetapi berhasil memanfaatkan peluang baru yang disebabkan oleh meningkatnya permintaan," bunyi laporan tersebut, mengutip keterangan yang diterima redaksi, Kamis (23/7).
Selain itu, adaptasi industri juga terlihat ketika perusahaan penerbangan beralih produksi ke ventilator, yang menjadi kunci untuk menyelamatkan nyawa pasien Covid-19.
“Perangkat ini diproduksi dengan komponen domestik yang kompetitif dan sudah tersedia. Karakteristik teknis serta kinerjanya memenuhi semua standar medis internasional yang relevan. Selain itu, konsorsium menyediakan petunjuk terperinci mengenai cara membuat respirator untuk memungkinkan produksi meningkat dengan cepat," sambung laporan tersebut.
Dengan kemajuan ini, laporan tersebut menyebut, Maroko menjadi negara yang ramah investasi dan infrastruktur. Sehingga para produsen di Asia yang mengalami gangguan rantai pasokan kemungkinan akan melirik Maroko dan tidak lagi mengejar strategi
nearshoring.
Kemajuan tersebut juga terbukti dengan data indeks kemudahan bisnis dari Bank Dunia 2020 yang menyatakan, Maroko berada di peringkat ke-53 dari 190 negara.
“Posisi Maroko sebagai pemimpin manufaktur regional dan lokasi strategisnya bergabung dengan Eropa, Afrika, dan Timur Tengah memberikan peluang untuk ekspansi lebih lanjut, yaitu membangun kemitraan yang sudah ada dengan perusahaan-perusahaan Eropa dan AS," ujar OBG.
BERITA TERKAIT: