Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Insiden Hongkong: Kiat Mencoblos Bagi WNI Di Mancanegara

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ak-supriyanto-1'>AK SUPRIYANTO</a>
LAPORAN: AK SUPRIYANTO
  • Rabu, 14 November 2018, 05:31 WIB
Insiden Hongkong: Kiat Mencoblos Bagi WNI Di Mancanegara
MASIH ingatkah anda akan insiden protes ratusan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Victoria Park, Hongkong lantaran tidak dapat mencoblos di Tempat Pemungutan Suara (TPS) pada Pilpres 2014 lalu?

Peristiwa ‘ditolaknya’ para calon pemilih karena TPS kehabisan surat suara itu kemudian diberi beragam narasi ‘ketidakadilan’. Ditayangkan langsung dengan sudut pandang gambar-gambar yang dramatis oleh sebuah kanal televisi swasta di tanah air yang memiliki afiliasi dengan partai politik tertentu.

Pada gambar-gambar kumpulan TKI yang mengacung-acungkan jari dan beritanya menjadi viral itu, terdapat narasi bahwa mereka ‘ditolak’ saat hendak memilih pasangan Jokowi-JK. Seketika, reaksi ‘panas’ dan ‘marah’ dari publik di dalam negeri pun bermunculan.

Lantas, bertumbuhnya simpati pada pasangan Jokowi-JK di hari H Pilpres 2014 tak dapat dihindarkan. Kebetulan, waktu Hongkong lebih awal dari waktu Indonesia bagian barat. Informasi dan narasi audio visual itu sedikit banyak mempengaruhi para pencoblos di tanah air yang akan berangkat ke TPS.

‘Insiden’ di Hongkong empat tahun lalu dan peristiwa sejenisnya (jika mungkin terjadi di tempat lain) dapat memunculkan kesan bahwa PPLN (Panitia Pemilihan di Luar Negeri) tidak profesional atau berpihak kepada konstestan tertentu.

Hanya saja, fakta mengenai ‘penolakan’ Warga Negara Indonesia (WNI) di luar negeri untuk mencoblos di TPS seringkali tidaklah sesederhana itu. Ada persoalan-persoalan teknis yang membuat PPLN tidak dapat serta merta melayani seluruh WNI yang datang untuk mencoblos di hari H.

Mengapa?

“Jauh sebelum pelaksanaan pencoblosan, PPLN di tiap negara biasanya sudah melakukan sosialisasi tentang tata cara pemilihan. WNI yang ada di mancanegara biasanya sudah diberikan pilihan, mau melakukan pemungutan suara melalui pos atau datang langsung ke TPS.

Bagi yang memutuskan memilih melalui pos, tentu surat suara sudah dikirimkan melalui surat ke rumah masing-masing. Dengan pengaturan seperti itu, jumlah surat suara yang disediakan di TPS juga terbatas,” ujar anggota PPLN Hungaria, Arief Rahmansyah Darana kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (13/11).

Di negara dengan jumlah WNI sangat besar seperti Hongkong, dimana rata-rata mereka adalah pekerja yang belum tentu memiliki kelonggaran waktu di hari libur, pemungutan suara melalui pos dinilai lebih ideal. Sebab, selain jumlah TPS terbatas, lokasi TPS di luar kantor perwakilan Indonesia di luar negeri biasanya tidak terlalu bebas dalam klausul penggunaannya.

Kedatangan ratusan atau bahkan ribuan pemilih bisa menimbulkan kerumitan baru bagi panitia. Lonjakan jumlah pemilih yang terlalu besar dari yang sudah direncanakan tentu sulit diantisipasi oleh petugas TPS maupun PPLN.

Masalahnya yang lebih substansial muncul, ketika WNI yang sudah meregistrasikan diri untuk memilih melalui pos ternyata datang beramai-ramai ke TPS lantaran ajakan dari teman-teman mereka.

Lebih jauh lagi, jika mereka ‘memaksa’ agar diperbolehkan ikut mencoblos di TPS. Perubahan keinginan warga yang sangat mendadak seperti ini, seharusnya memang disikapi secara tegas oleh panitia. Selain harus mengecek terlebih dulu mengenai status surat suara yang telah dikirimkan ke alamat mereka, panitia juga harus memastikan agar persediaan surat suara di TPS mencukupi.

Jumlah surat suara yang dikirimkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Jakarta ke PPLN suatu negara memiliki kesesuaian dengan jumlah pemilih yang terdaftar di negara tersebut. Jika ‘jatah’ surat suara untuk pemilih tertentu sudah dikirimkan ke alamat surat mereka, seyogyanya mereka tak meminta ‘jatah’ surat suara lainnya di TPS.

“Karena itu, pemilih yang sudah mendapatkan kiriman surat suara via pos namun ngotot datang ke TPS di hari H dan memaksa untuk mencoblos di tempat akan sulit untuk di-entertain oleh panitia," ujar mahasiswa pascasarjana geologi di Universitas Miskolc itu.

Dalam situasi semacam itu, lanjut Arief, tidak bijak jika kesalahan ditimpakan kepada PPLN yang telah bekerja mempersiapkan pemilihan agar berjalan lancar. Sebab, WNI kehilangan hak pilihnya karena perubahan keputusan secara mendadak yang mereka buat sendiri.

Pindah Pilih

Selain karena aksi ‘mendadak nongol’ di TPS itu, WNI di mancangera juga berpotensi kehilangan hak pilih karena sebab administratif lainnya. Misalnya saja, para WNI yang sedang berkunjung atau baru datang ke negara tertentu pada hari dilaksanakannya pemungutan suara, namun masih tercatat sebagai pemilih di Indonesia atau di negara lainnya.

Agar dapat menyalurkan hak pilih di TPS di negara yang disinggahi, Arif menyarankan kepada mereka untuk mengurus surat pindah pilih atau yang dikenal dengan nama ‘form A5’.

“Jika mereka masih tercatat berdomisili di Indonesia, bisa mengurus form A-5 ke PPS (Panitia Pemungutan Suara di kelurahan. Jika berdomisili di negara lainnya, bisa mengurusnya ke PPLN di negara setempat. Pengurus form A-5 itu mudah dilakukan,” jelas Arief yang juga alumni Fakultas Teknik Geologi UNPAD.

Hak memilih dalam pemilihan umum merupakan salah satu hak asasi manusia yang diatur oleh konstitusi. Publik tentu berharap agar seluruh jajaran penyelenggara pemilihan umum dapat bekerja secara profesional untuk melindungi hak pilih warga negara. Namun,  jangan sampai hak pilih hilang karena ketidakcermatan (calon) pemilih dalam melindungi hak-haknya sendiri.

Nah, bagi WNI yang ada di mancanegara, siapkan rencana anda mencoblos sejak sekarang. Pastikan bahwa anda tidak akan kehilangan hak pilih. [dem]

Koresponden RMOL Eropa

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA