Bagaimana UMNO-BN?Sejak Mahathir tidak lagi menjadi Perdana Menteri Malaysia, kepemimpinan nasional UMNO sebagai the leading and ruling party, mengalami kemerosotan dan kelemahan yang sangat serius terutama jika dilihat dari hasil pemilu. Di tangan Badawi dan Najib, UMNO mengalami degradasi politik yang sangat serius dan ini tidak sekadar mengecewakan senior mereka, Mahathir, akan tetapi kemudian menimbulkan keretakan internal UMNO yang belum pernah dialami sepanjang sejarahnya.
Isu mega korupsi yang melibatkan Najib dan istrinya menjadi faktor kekuatan-kekuatan oposisi semakin menguat di satu sisi, merusak dan menghancurkan political trust publik terhadap UNNO di sisi lain yang sejak awal tahun 1980an dibangun oleh Mahathir dengan susah payah. Tak mengherankan jika Mahathir kemudian memutuskan untuk keluar dari UMNO, mendirikan partai baru Parti Pribumi Bersatu Malaysia (PPBM), memimpin demo besar mengkritik dan mendesak supaya Najib mundur dari jabatannya sebagai Perdana Menteri.
Kemerosotan popularitas UMNO-BN ini nampak antara lain dengan hilangnya 5 dari 13 negara bagian dari kekuasaan BN ke partai-partai oposisi (Pakatan Rakyat) yang dipimpin oleh Anwar Ibrahim dalam Pemilu tahun 2008.Lima negara bagian ini ialah Selangor (dikuasai PKR), Pulai Pinang (dikuasai DAP), Kedah, Perak dan Kelantan masing-masing dikuasai oleh PAS. Keberhasilan PAS ini cukup fenomenal sejak bergabung dengan PR dan cenderung lebih pragmatis dalam politik ketimbang bersikukuh dengan cita-cita mendirikan negara Islam. Kemudian, Pemilu tahun 2013, kembali UMNO-BN menelan pil pahit meskipun masih bisa bertahan memimpin Malaysia. Dari 222 kursi yang tersedia di Parlemen Federal, BN tidak berhasil memperoleh 2/3. Yang dicapai hanya 199 kursi dan selebihnya 89 kursi diraih oleh Pakatan Rakyat.
Hemat penulis, ini bisa dikatakan merupakan buah penting dan keberhasilan Anwar Ibrahim menggerakkan oposisi melawan BN sejak bebas dari penjara era Badawi meskipun untuk kemudian ditahan kembali era Najib. Secara intensif dan efektif Anwar memimpin oposisi yang terdiri dari PKR, DAP, PAS dan kemudian belum lama ini menyusul PPBM. UMNO-BN benar-benar mulai terguncang dan merosot konfidensi politiknya. Faktor semakin menguatnya kelompok kelas menengah yang kritis dan arus demokratisasi yang antara lain menjadi tuntutan saat Demo Bersih juga telah menyumbang proses melemahnya kepemimpinan UMNO yang nampak masih bertahan dengan pola lama. Kaum muda dan pemilih pemula serta generasi milenealpun semakin banyak tidak terpikat dengan kepemimpinan politik UMNO. Jadi, memang UMNO semakin tak mampu menolak proses pelemahan ini.
Mahathir-Anwar
Kehadiran dua tokoh senior Mahathir dan Anwar saat ini nampak semakin ditakuti oleh UMNO-BN meskipun Anwar berada di penjara untuk kasus tuduhan Sodomi yang justru untuk pertama kalinya dilontarkan oleh Mahathir dulu. Dua tokoh ini sudah melakukan "Wawuhan Politik" untuk menatap masa depan Malaysia ketimbang terus berseteru. Bagi Anwar sendiri memendam dendam kepada Mahathir karena Mahathirlah yang pertama kali menjebloskannya di penjara juga tidak memberikan dampak apa-apa bagi diri sendiri dan apalagi bagi kepentingan masa depan bangsa. Agenda utamanya adalah meruntuhkan UMNO-BN yang dalam dua pemilu sebelumnya sudah mulai nampak tanda-tandanya. Kekuatan-kekuatan oposisi PKR, DAP, PAS dan PPBM bersetuju melakukan aliansi meyakinkan masyarakat melalui mekanisme politik yang sah untuk mengalahkan dan menyudahi kekuasaan UMNO-BN yang sudah berlangsung lebih dari 50 tahun. Kehawatiran atau ketakutan ini sangat beralasan antara lain karena dua tokoh ini memang masih sangat berpengaruh.
Bagi Anwar, perlawanan terhadap kekuasaan UMNO-BN sangatlah penting untuk berbagai alasan substansial. Diantara alasan pentingnya adalah membangun dan memperkokoh demokrasi dengan antara lain memberikan ruang atau peluang yang seluas-luasnya bagi partisipasi publik dalam proses-proses politik; menjunjung tinggi HAM dan menghapuskan diskriminasi. Perlawanan ini sudah lama dilakukan bahkan sejak Anwar memimpin ABIM tahun 1970 hingga saat ini. Kehadiran Mahathir, bagi Anwar adalah tambahan enerji politik untuk semakin mengefektifkan tekanannya terhadap Najib dengan UMNO dan BNnya. Bagi Mahathir, juga sama bahwa kekuasaan Najib harus diakhiri dengan cara bergabung ke koalisi oposisi Pakatan Rakyat. Jadi, Najib dengan UMNO dan BNnya adalah common political enemy Mahathir-Anwar.
Yang menjadi pertanyaan adalah apakah oposisi benar-benar akan efektif mengingat PAS dengan alasan yang juga sangat pragmatis kemudian keluar dari barisan Pakatan Rakyat dan memperkuat BN. Pola koalisi dan konfliknya mengalami pergeseran dan dalam tingkat tertentu bisa memberikan keuntungan bagi UMNO dan BN. Ini yang oleh Anwar disikapi dengan kehati-hatian.
Isu lain yang juga nampak menggoda tapi sensitif Ialah soal posisi Perdana Menteri, siapakah yang akan diusung sebagai Perdana Menteri Malaysia jika Pakatan Rakyat benar-benar memenangkan Pemilu tahun 2018? Peluang ada di semua partai PKR, DAP dan PPBM. PAS sudah tertutup karena keluar dari koalisi oposisi. Dilihat dari perolehan suara atau kursi hasil Pemilu lalu, maka peluang besar ada di tangan PKR bukan DAP apalagi PPBM. Jika demikian, maka Anwar memperoleh peluang yang besar. Sementara, meskipun pernah menjadi orang nomor satu di Malaysia dan menyumbang suara untuk kemenangan oposisi, Mahathir sulit untuk kembali menduduki kursi PM. Dia adalah new comer bagi oposisi dan sukar menyumbang suara dan memperoleh kursi dalam jumlah yang signifikan. Isu siapa PM pasca Najib jika oposisi memenangkan Pemilu ini juga sempat diperbincangkan secara hangat khususnya di kalangan angkatan muda. Mayoritas mereka cenderung menolak angkatan tua mendomimasi kepemimpinan nasional dan mendesak angkatan muda mulai tampil.
Isu PM jika dibiarkan justru tidak akan produktif dan bisa menimbulkan pertentangan internal sebelum pertempuran benar-benar dimulai melalui pemilu. Anwar menyadari betul hal ini dan karena itu dia membuat pernyataan yang menarik bahwa dia tidak akan mencalonkan diri sebagai calon PM. Dia cenderung untuk menegaskan agar seluruh enerji dicurahkan dan didedikasikan untuk pemilu menghentikan kekuasaan UMNO-BN. Bagi Anwar, semua tokoh dari semua partai memiliki peluang yang sama untuk mencalonkan diri sebagai PM melalui musyawarah. Statement Anwar ini sesungguhnya juga merupakan warning secara tidak langsung khususnya kepada Mahathir agar mengurungkan niatnya untuk kembali menjadi PM. Apalagi, tercium aroma bahwa apa yang dilakukan Mahathir sebetulnya adalah untuk melicinkan jalan bagi anak Mahathir yang saat ini memimpin PPBM.
Tak sedikit berharap, Anwar benar-benar muncul sebagai PM meskipun, pertama, usianya sudah tidak lagi muda dan kedua Anwar masih di penjara. Mengapa bukan Mahathir? Disamping alasan di atas, harapan terjadinya perubahan terhadap tradisi leadership UMNO dan politik di Malaysia sangat sulit dilakukan. Mahathir adalah tokoh yang sangat penting yang bertanggung jawab dan membangun dan memperkuat tradisi UMNO yang dinilai tidak sungguh-sungguh menumbuhkan demokrasi dan HAM di Malaysia, dan Anwar adalah korbannya. Inilah salah satu yang membedakan Mahathir dan Anwar dalam konteks masa depan demokrasi di Malaysia.
[***]Penulis adalah pakar politik Malaysia
BERITA TERKAIT: