Menurut dia, yang perlu dicermati saat ini adalah keadaan lingkungan strategi Turki menjelang usaha kudeta kelompok militer.
Hendropriyono menjelaskan, di era kepemimpinan Mustafa Kemal Pasha, urusan pemerintahan terpisah dari urusan agama. Begitu beralih ke pemerintahan Recep Tayyip Erdogan, pemisahan itu semakin pudar.
"Militer dan sebagian masyarakat ingin kembali seperti keadaan pada era Ataturk," lanjutnya.
Erdogan dinilai mendua dalam kasus ISIS dan sikap swasta Turki. Termasuk putranya yang mengambil kesempatan melalu pembelian minyak dari ISIS. Sementara Rusia yang menuduh ISIS rekayasa Barat mendukung usaha kudeta kelompok militer.
Di sisi lain, Barat yang biasanya mendukung Erdogan terlihat ambigu, kecuali jika Presiden AS, Barack Obama berhasil mendobrak kebiasaan Barat tersebut.
Patut dicermati pula, menurut dia, seruan Erdogan kepada rakyat pendukungnya untuk turun ke jalan menentang kudeta. Sedangkan biasanya Barat berada di belakangan "
people power".
"Jika Barat tiba-tiba kembali ambigu, karena runtuhnya ISIS ternyata kini menyuburkan kembali Al-Qaeda, maka usaha kudeta kelompok militer ini akan berhasil," jelasnya.
Menurut Hendropriyono, kudeta kelompok militer akan gagal jika pimpinan mereka tidak jelas, sedangkan Erdogan tetap memegang komando pengendalian terhadap militer.
"Mungkin perlu ditambah bahwa intelijen Erdogan bekerja cukup baik, walau agak terlambat," tutup Hendropriyono
.[wid]
BERITA TERKAIT: