SBY: Kebebasan Itu Tetap Mengenal Batas

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ruslan-tambak-1'>RUSLAN TAMBAK</a>
LAPORAN: RUSLAN TAMBAK
  • Rabu, 14 Januari 2015, 10:43 WIB
SBY: Kebebasan Itu Tetap Mengenal Batas
sby/net
rmol news logo . Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengaku dapat memahami kemarahan atas pembunuhan para kartunis di Paris Perancis beberapa waktu lalu. Tetapi, dengan niat baik ia mengajak untuk mencari penyebabnya.

Jelas SBY, bagi umat Islam, membuat gambar Nabi Muhammad apalagi karikatur sangat ditabukan. Ini juga berlaku bagi umat Islam sendiri. Bagi dunia Barat, karikatur Nabi Muhammad bagian dari kebebasan (freedom of speech or expression). Mutlak, tak boleh dibatasi. Tetapi, bagi dunia Islam hal itu sebuah penistaan dan pelecehan (defamation, blasphemy). Pelakunya mesti mendapatkan sanksi.

"Disinilah masalahnya. Ada perbedaan yang sangat fundamental. Ada "clash of values" dan "clash of perceptions". Ini harus diatasi," sebut dia dalam akun twitternya @SBYudhoyono, Rabu (14/1).

Ke depan, kata SBY, kita harus saling memahami dan menghormati pandangan yang berbeda dan bertenggang rasa, kalau tidak harganya terlalu mahal. Membuat karikatur Nabi Muhammad bukan hanya membikin marah kaum yang ekstrim dan radikal, tetapi juga umat Islam secara keseluruhan.

"Beberapa tahun lalu, saya keluarkan pernyataan untuk memprotes rencana pembakaran Al Qur'an oleh seorang pemuka agama di Amerika. Dalam pernyataan itu saya didampingi para pemimpin agama, Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu. Semua tidak marah. Bagi saya, pembakaran kitab suci agama apapun adalah contoh penggunaan kebebasan (freedom) yang kebablasan. Tak bisa ditoleransi. Saya cinta perdamaian. Saya ingin hubungan Islam dan Barat makin baik. Mestinya membikin karikatur Nabi Muhammad bisa dicegah," beber Presiden ke-6 RI.

Ke depan, sambung SBY, pemimpin Islam bertanggung jawab untuk cegah kekerasan, apalagi pembunuhan, sekalipun mereka dianggap menghina Islam. Sebaliknya, pemimpin Barat bertanggung jawab agar kebebasan tidak digunakan untuk menista Islam, misalnya karikatur Nabi Muhammad.

"Saya punya pandangan bahwa kebebasan tetap mengenal batas. Saya kira itu pula semangat dari Universal Declaration of Human Rights. Sebenarnya, lanjut dia, bukan hanya "power tends to corrupt" (disalahgunakan). "Liberty too can corrupt. Absolute liberty can corrupt absolutely"," terangnya.

SBY mengaku mengikuti liputan media internasional sejak aksi kekerasan di Paris. Yang sangat ditonjolkan isu "kebebasan"nya (freedom of speech). Jelas SBY, jika kita ingin mencegah hal begitu tidak terus terjadi, perlu diangkat pula penggambaran karikatur Nabi Muhammad sebagai penyebab.

"Jangan salah mengerti, saya juga mengecam pembunuhan para kartunis itu. Tapi saya berpikir bagaimana mencegahnya di masa depan," kata SBY.

Beberapa hari lalu, sambung SBY, di Amerika Serikat, pandangan ini juga telah ia sampaikan kepada mereka yang peduli dan ingin menjadi bagian dari solusi. Ia mengajak bangsa manapun, Amerika, Eropa, Asia, Islam dan lain-lain, untuk memilih solusi yang lebih tepat dan bijak. Tidak harus perang. (Baca: SBY Ajak Pemimpin Dunia Aktif Perangi Terorisme).

Terakhir, pagi ini di Jepang SBY melihat banyak televisi menyiarkan bahwa karikatur Nabi Muhammad justru akan dibuat besar-besaran di Eropa. Ia berharap para pemimpin sedunia, termasuk pemimpin agama, bisa berbuat sesuatu. "Mari kita cegah memburuknya situasi dunia," pesan SBY.

"Banyak yang skeptis dan pesimis. Mereka mengatakan tidak mungkin terorisme serta tegangnya hubungan Islam dan Barat bisa diatasi. Saya setuju ini isu yang sensitif dan masalah yang berat. Tak mudah mengatasinya. Tetapi dunia yang "sedikit" lebih baik tetap dimungkinkan," sambung Presiden Majelis Global Green Growth Institute (GGGI) ini. [rus]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA