Perlambatan ini cukup signifikan. Total nilai pendanaan fintech di kawasan ini anjlok 36 persen menjadi hanya sekitar 835 juta Dolar AS, sementara jumlah transaksi merosot tajam hingga 60 persen, menjadi 53 kesepakatan.
Penurunan ini kontras dengan tren global, di mana pendanaan fintech dunia justru naik 13 persen.
Meskipun nilai totalnya turun, para investor menunjukkan pergeseran fokus dengan mencari perusahaan yang lebih matang. Sebanyak 67 persen pendanaan kini mengalir ke startup tahap lanjut (later-stage) yang sudah mengejar profitabilitas dan model bisnis berkelanjutan.
Fokus pada kualitas ini tercermin dari naiknya rata-rata nilai transaksi tahap lanjut sebesar 40 persen, didorong oleh tiga kesepakatan jumbo senilai hampir 450 juta Dolar AS.
“Peningkatan ukuran transaksi dan kinerja kuat dari perusahaan tahap lanjut menegaskan keyakinan investor terhadap potensi jangka panjang Asia Tenggara sebagai ekonomi digital yang berkembang,” ujar Janet Young, Managing Director UOB, dikutip dari
Businesstimes, Jumat 14 November 2025.
Singapura kembali menegaskan posisinya sebagai pusat fintech regional dengan menyerap 87 persen dari total pendanaan yang ada. Sementara itu, negara-negara lain menunjukkan aktivitas yang sepi. Porsi Indonesia anjlok tajam dari 15 persen pada 2024 menjadi hanya 4 persen persen pada 2025. Thailand erosot dari 12 persen menjadi kurang dari 1 persen. Filipina memperoleh sekitar 4 persen dari total pendanaan, diikuti Vietnam (3 persen) dan Malaysia (2 persen).
Sektor pembayaran (payments) muncul sebagai penerima dana terbesar (41 persen), menggantikan banking tech yang pendanaannya menyusut.
BERITA TERKAIT: