Dalam laporan keuangan terbarunya, perusahaan berusia 133 tahun itu menyebut tidak memiliki dana atau fasilitas pinjaman untuk membayar utang sekitar 500 juta Dolar AS (sekitar Rp8,1 triliun) yang segera jatuh tempo.
Kodak berencana mencari dana dengan menghentikan pembayaran program pensiun. Perusahaan menegaskan dampak tarif impor tidak signifikan, karena sebagian besar produknya, termasuk kamera, tinta, dan film dibuat di AS.
Meski menghadapi tantangan, CEO Kodak Jim Continenza mengatakan perusahaan tetap berusaha menjalankan rencana jangka panjangnya.
"Pada kuartal kedua, Kodak terus mencapai kemajuan dalam rencana jangka panjang kami meskipun menghadapi tantangan lingkungan bisnis yang tidak menentu," kata CEO Kodak, Jim Continenza, dalam rilis pendapatan, dikutip dari CNN, Kamis 14 Agustus 2025.
Pihak Kodak juga mengaku optimistis bisa melunasi sebagian besar pinjaman sebelum jatuh tempo, atau menegosiasikan ulang sisanya.
Kabar ini langsung memukul harga saham Kodak yang jatuh lebih dari 25 persen pada perdagangan Selasa.
Didirikan pada 1892 oleh George Eastman, Kodak pernah menjadi raksasa industri fotografi. Di puncak kejayaannya pada 1970-an, Kodak menguasai 90 persen penjualan film dan 85 pe4sen penjualan kamera di AS. Slogannya yang terkenal: “Anda tekan tombolnya, kami yang mengerjakan sisanya.”
Sayangnya, Kodak gagal beradaptasi dengan teknologi digital. Perusahaan ini bangkrut pada 2012 dengan utang 6,75 miliar Dolar AS.
Sempat bangkit di 2020 setelah ditunjuk pemerintah AS memproduksi bahan farmasi, kini Kodak masih bertahan dengan produksi film, bahan kimia industri perfilman, dan lisensi merek untuk produk konsumen.
BERITA TERKAIT: