Penurunan ini juga imbas dari tarif Amerika Serikat (AS) yang berdampak besar pada banyak perusahaan.
Jepang dan Korea Selatan yang bergantung pada perdagangan, terus mengalami kontraksi aktivitas manufaktur sepanjang Mei karena tarif mobil Presiden AS Donald Trump mengaburkan prospek ekspor.
Analis mengatakan, Asia membuat sedikit kemajuan dalam negosiasi perdagangan dengan AS. Hal ini kemungkinan akan menghalangi perusahaan untuk meningkatkan produksi atau pengeluaran.
"Sulit untuk mengharapkan peningkatan aktivitas manufaktur Asia dalam waktu dekat dengan negara-negara di kawasan tersebut yang dikenai tarif 'timbal balik' yang cukup tinggi," kata Toru Nishihama, kepala ekonom pasar berkembang di Dai-ichi Life Research Institute, dikutip dari Reuters, Senin 2 Juni 2025.
"Dengan permintaan domestik yang lemah, China membanjiri Asia dengan ekspor murah, yang juga memberikan tekanan deflasi pada ekonomi kawasan tersebut," katanya.
Indeks Manajer Pembelian (PMI) Manufaktur Bank au Jibun Jepang terakhir berada di angka 49,4 pada Mei, naik dari April tetapi tetap di bawah garis 50,0 yang menunjukkan kontraksi untuk bulan ke-11 berturut-turut.
PMI untuk Korea Selatan, ekonomi terbesar keempat di Asia, berada di angka 47,7 pada bulan Mei, juga tetap di bawah angka 50 untuk bulan keempat karena permintaan yang lemah dan pukulan dari tarif AS, menurut survei oleh S&P Global.
Jepang dan AS telah sepakat untuk mengadakan putaran pembicaraan perdagangan lainnya menjelang pertemuan puncak G7 mendatang. Namun, negosiator utama Jepang mengatakan sampai saat ini tidak ada kesepakatan yang akan dicapai tanpa konsesi pada semua tarif AS, termasuk pada mobil.
Negara Asia lainnya seperti Vietnam, Indonesia, dan Taiwan, juga mengalami kontraksi aktivitas pabrik pada bulan Mei.
BERITA TERKAIT: