Sebab, pasca kebijakan potongan tarif listrik 50 persen bagi pelanggan daya 2.200 VA ke bawah untuk periode Januari dan Februari 2025 merupakan hal yang wajar tarif dasar listrik (TDL) kembali pada keadaan semula atau normal.
“Kenaikan tajam tagihan listrik yang dikeluhkan masyarakat pasca-berakhirnya program diskon tarif 50 persen pada Februari 2025 bisa saja adalah pengaruh TDL yang normal lagi. Selain itu, yang harus dipahami publik dan anggota Komisi VI DPR RI, yaitu per tanggal 1 Maret 2025 atau setelah berakhirnya periode diskon tarif listrik 50 persen, maka tarif listrik kembali normal sesuai penetapan pemerintah,” ucap Ekonom Konstitusi, Defiyan Cori dalam keterangannya, Sabtu, 19 April 2025.
Maka itu, sambung dia, tanggapan DPR atas keluhan masyarakat atau pelanggan PLN itu tidak perlu berlebihan.
“Sistem dan mekanisme pelayanan pelanggan PLN sudah tertata sedemikian transparan dan akuntabilitasnya, andal dengan teknologi digitalisasi, termasuk penyelesaian pengaduan para konsumen,” tegasnya.
Sebagaimana yang ditetapkan oleh pemerintah, bahwa pada triwulan II tahun 2025 (April-Juni) kebijakan bagi pelanggan PLN yang disubsidi (24 golongan) dan non-subsidi (13 golongan) adalah tetap atau tidak ada kenaikan demi menjaga daya beli masyarakat dan perekonomian nasional.
Artinya, tidak terdapat kenaikan TDL setelah tidak ada lagi pengenaan tarif diskon 50 persen yang telah berakhir masa berlakunya pada bulan Februari 2025.
Menurut Defiyan yang juga staf Ahli YLKI ini, tentu saja ada kaitan antara kasus lonjakan tagihan listrik masyarakat atau konsumen PLN sesudah periode diskon 50 persen itu dengan pembayaran TDL kembali ke normal.
“Apalagi, lonjakan itu juga disebabkan oleh pola pemakaian listrik yang meningkat oleh konsumen atau pelanggan PLN. Atau adanya peralihan TDL yang pada awalnya pembayaran tagihannya lebih rendah 50 persen, lalu program kelar harus membayar lagi seperti sedia kalanya,” beber Defiyan.
Oleh karena itu, lanjutnya, sebaiknya para konsumen pelanggan PLN dapat memastikan pola konsumsi listrik, dan mengakses layanan bergerak (mobile) yang telah tersedia secara rutin.
“Pemeriksaan rutin dan berkala atas pemakaian atau konsumsi listriknya akan membuat konsumen memahami kewajiban pembayaran TDL per golongan subsidi maupun non subsidi sehingga tidak timbul salah pengertian,” pungkasnya.
BERITA TERKAIT: