Pada Rabu pagi, 9 April 2025, harga minyak mentah Brent turun 2,13 Dolar AS atau 3,39 persen, menjadi 60,69 Dolar AS per barel. Sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS turun 2,36 Dolar AS atau 3,96 persen, menjadi 57,22 Dolar AS.
Sejak Presiden AS Donald Trump mengumumkan tarif untuk semua barang impor pada 2 April, harga kedua patokan minyak tersebut sudah turun hingga 16 persen.
Pasar semakin terpuruk setelah seorang pejabat Gedung Putih menyatakan bahwa AS akan memberlakukan tarif sebesar 104 persen terhadap produk China mulai tengah malam, Rabu waktu setempat. Hal ini dilakukan karena China tidak mencabut tarif balasan terhadap barang-barang AS sesuai tenggat waktu yang diberikan Trump.
China merespons dengan tegas tarif Trump. Pemerintahnya menyatakan tidak akan tunduk pada tekanan dari AS, yang dianggap sebagai bentuk pemerasan. China juga menolak permintaan Trump untuk mencabut tarif sebesar 34 persen dan mengancam akan melawan hingga akhir.
Sikap keras kedua negara ini memicu kekhawatiran bahwa ekonomi global akan mengalami perlambatan, bahkan bisa masuk ke masa resesi.
“Situasi ini menciptakan potensi terjadinya resesi global, karena permintaan energi dunia bisa menurun,” ujar Alex Hodes, Direktur Strategi Pasar di StoneX, seperti dikutip dari Reuters.
Sementara itu, Perwakilan Dagang AS, Jamieson Greer, menyatakan bahwa China belum menunjukkan niat untuk bekerja sama dalam menciptakan perdagangan yang adil.
Goldman Sachs telah memperkirakan bahwa pada Desember 2025, harga minyak mentah Brent akan berada di angka 62 dolar AS dan WTI di 58 dolar AS per barel. Setahun setelahnya, harga bisa turun lebih jauh ke 55 dan 51 dolar AS per barel, tergantung pada kondisi yang terjadi.
BERITA TERKAIT: