"Karena Pertamina bayar untuk RON 92 tapi yang datang malah RON 88 atau RON 90," kata Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi dalam keterangannya, Jumat 7 Maret 2025.
Dari hasil penyidikan Kejaksaan Agung (Kejagung), ditemukan bahwa BBM jenis RON 90 (Pertalite) atau RON 88 dicampur dan dijual sebagai RON 92 (Pertamax). Praktik ini berlangsung sejak 2018 hingga 2023 dengan ribuan kali transaksi.
Meski begitu, Haidar meminta Kejagung dan media untuk tidak membuat pernyataan maupun berita yang bersifat konklusi karena proses penyidikan masih berlangsung.
"Kalau proses penyidikan masih berlangsung, artinya segala kemungkinan bisa saja terjadi. Tidak pas bila Kejagung dan media membuat konklusi si-A si-B tidak terlibat," kata Haidar.
Selain itu, Kejagung juga diminta untuk tidak menunjukkan sikap yang dapat memancing keraguan masyarakat terhadap penegakan hukum dalam kasus tersebut.
"Jangan sampai timbul kesan Kejagung tidak netral, tidak objektif, diintervensi atau kesan kasusnya sudah dilokalisir untuk mengamankan pihak tertentu," kata Haidar.
Menurutnya, kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah, produk kilang, sub holding dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) Tahun 2018 sampai 2023 bisa menjadi momentum pembuktian komitmen Presiden Prabowo Subianto dalam memberantas korupsi di hadapan rakyat Indonesia.
Dengan potensi kerugian negara mencapai Rp1.000 triliun, kasus tersebut berpeluang menggeser kasus timah dari puncak klasemen sementara 'Liga Korupsi Indonesia'.
"Kecil kemungkinan megakorupsi sebesar itu hanya melibatkan pejabat kelas teri tanpa dibekingi pejabat kelas kakap," pungkas Haidar.
BERITA TERKAIT: