Pelaku pasar terlihat masih belum menemukan pijakan untuk bersikap optimis di tengah tiadanya sentimen domestik dan regional yang signifikan. Laporan yang beredar memperlihatkan, pelaku pasar di Asia yang hanya mendapatkan bekal sentimen minor dari China, di mana pihak bank Sentral berniat menurunkan suku bunga dan menunggu waktu yang tepat.
Laporan tersebut datang dari media keuangan internasional terkemuka, finansial times. Namun demikian laporan tersebut tidak merinci waktu penurunan suku bunga yang dimaksud dengan jelas. Pelaku pasar sejauh ini telah khawatir dengan prospek dan kinerja perekonomian China yang semakin sulit di tengah upaya stimulus oleh pemerintahan Xi Jinping.
Porsi sektor industri manufaktur yang sangat besar bagi perekonomian China kini semakin terancam oleh kebijakan proteksionis Trump yang segera mengambil kendali di Washington. Pada sisi lainnya, kian dekatnya Trump kembali ke Gedung Putih telah membuat gerak nilai tukar Dolar AS kian mengganas. Pantauan menunjukkan, posisi Indeks Dolar AS yang kini telah menginjak titik tertingginya dalam lebih dari dua tahun terakhir.
Kepemimpinan Presiden Trump di Gedung Putih yang lekat dengan kebijakan proteksionis memantik sikap pelaku pasar untuk terus mengejar Dolar AS untuk sekaligus meruntuhkan mata uang utama dunia. Kerontokan mata uang utama dunia kemudian menyeret mata uang Asia kali di zona merah.
Pantauan lebih jauh menunjukkan, mata uang Asia yang kompak menjejak zona pelemahan meski dalam rentang terbatas. Dolar Singapura dan Rupee India terlihat berupaya bertahan di zona penguatan sangat tipis, namun beralih melemah tipis di sesi sore. Sedang Ringgit Malaysia mengalami keruntuhan tertajam di Asia dengan merosot hingga kisaran 0,47 persen. Situasi sedikit berbeda mendera Rupiah. Usai mengalami keruntuhan tajam di sesi perdagangan kemarin, Rupiah masih kesulitan untuk sekedar berbalik menguat. Hingga sore ini, Rupiah terpantau sempat meninju posisi Rp16.184 per Dolar AS sebagai titik terkuatnya, namun kembali sedikit melemah.
Tiadanya sentimen domestik yang tersedia, memaksa Rupiah mengikuti gelombang sentimen global dari melonjaknya Indeks Dolar yang berlanjut. Agak beruntungnya, tekanan jual sedikit mereda di pertengahan sesi sore. Sejumlah mata uang utama dunia berbalik sedikit menguat hingga membuat Rupiah mampu mengikis pelemahan.
Pelaku pasar mendapatkan kabar dari perkembangan terkini menyangkut iPhone 16 yang diekspektasikan akan segera resmi beredar. Kabar dari pihak kementerian menyebutkan, pihak Apple yang akan menemui pejabat kementerian pekan depan guna membahas rencana investasi Apple di Indonesia yang sebelumnya dikabarkan akan mencapai Rp16 triliun.
Namun pelaku pasar secara keseluruhan masih lebih terfokus pada rilis data ketenaga kerjaan AS terkini yang akan dilakukan pekan depan. Gerak Rupiah di rentang moderat akhirnya bertahan. Hingga ulasan ini disunting, Rupiah tercatat diperdagangkan di kisaran Rp16.185 per Dolar AS atau menguat sangat tipis 0,02 persen.
Tinjauan RMOL memperlihatkan, gerak merah Rupiah dalam dua hari pertama tahun 2025 ini lebih mencerminkan konsekuensi teknikal usai secara mengejutkan mampu mencetak penguatan signifikan dalam menutup sesi tahun 2024. Sentimen global dari kembalinya Trump ke Gedung Putih, dengan demikian sekedar menjadikan Rupiah menemukan momentum untuk merealisasikan potensi teknikal nya.
BERITA TERKAIT: