Faisol menyebut kenaikan ini dapat memunculkan tantangan bagi industri hasil tembakau (IHT), meskipun ia berharap dampaknya tidak signifikan.
"Mudah-mudahan tidak berdampak banyak, tapi saya melihat, kelihatannya orang merokok gak berkurang. Jadi, tidak tahu ini kontribusinya atau penyebarannya seperti apa. Harus dihitung ulang" kata Faisol usai peluncuran Roadmap Pengembangan Jasa Industri 2025-2045 di Kemenperin, Jakarta, dikutip Rabu 17 Desember 2024.
Kenaikan HJE rokok telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 97 Tahun 2024 bertujuan untuk mengendalikan konsumsi hasil tembakau, melindungi industri padat karya, dan meningkatkan penerimaan negara. Aturan ini merupakan perubahan ketiga atas PMK Nomor 192 Tahun 2021, yang mencakup tarif cukai hasil tembakau berupa Sigaret, Cerutu, Rokok Daun Atau Klobot, dan Tembakau Iris.
Selain HJE yang naik, pengusaha rokok juga menghadapi tantangan dari Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Kesehatan.
"Mereka (pengusaha atau produsen rokok) mengeluhkan beberapa peraturan, salah satunya mengenai kemasan dan lokasi berjualan yang harus berjarak 200 meter dari tempat pendidikan. Saat ini, aturan tersebut sedang dikomunikasikan untuk mencari jalan keluar yang baik," ujar Faisol.
Faisol menegaskan bahwa Kementerian Perindustrian terus berkomunikasi dengan para pelaku usaha melalui diskusi bersama asosiasi terkait.
Diketahui, pemerintah memang tidak menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) pada tahun 2025. Kebijakan tersebut diambil sebagai upaya mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor IHT, meskipun kontribusinya terus mengalami penurunan dalam beberapa waktu terakhir.
BERITA TERKAIT: