Indeks DJIA meloncat 1,06 persen dengan menutup di 43.870,35, sementara indeks S&P500 menanjak 0,53 persen di 5.948,71, dan indeks Nasdaq naik tipis 0,03 persen di 18.972,42. Jalannya sesi perdagangan di Wall Street kali ini diwarnai sentimen minor dari rilis data tunjangan pengangguran yang dilaporkan turun untuk pekan lalu. Situasi ini tentu sedikit membantu investor untuk bertahan optimis.
Optimisme lebih garang dilaporkan terjadi di pasar crypto. Laporan terkini menyebutkan harga Bitcoin, mata uang crypto terbesar, yang sempat menjejak titik termahalnya di kisaran $99.525 atau nyaris menembus level psikologis yang sedang sangat dinantikan investor di $100.000 (setara Rp1,6 miliar). Sejumlah pelaku pasar kini bahkan meyakini level psikologis $100.000 yang segera tertembus. Sentimen dari kebijakan Presiden terpilih AS Donald Trump yang diyakini semakin pro-mata uang crypto, masih menjadi andalan pelaku pasar untuk terus memburu Bitcoin.
Serangkaian kinerja positif dari sesi perdagangan Wall Street dan pasar mata uang crypto ini kemudian mencoba dilanjutkan oleh pelaku pasar di Asia dalam menjalani sesi penutupan pekan ini. Investor di Asia terlihat cukup percaya diri hingga membuat gerak Indeks konsisten menjejak zona penguatan signifikan.
Situasi semakin positif dengan rilis data inflasi Jepang yang sebesar 2,3 persen untuk Oktober lalu. Capaian tersebut sedikit lebih tinggi dari ekspektasi investor di kisaran 2,2 persen. Perekonomian Jepang yang selama ini karib dengan deflasi, kini membuka harapan baru dengan inflasi tersebut.
Sentimen lain datang dari Singapura, di mana negeri kota itu secara mengekjutkan berhasil membukukan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4 persen untuk kuartal ketiga. Kinerja ini terpaut lumayan lebih tinggi ketimbang ekspektasi pasar.
Optimisme akhirnya menderas dan indeks Nikkei di bursa saham Jepang terangkat lumayan dengan melonjak 0,68 persen setelah menutup di 38.283,85. Lonjakan tajam juga dicetak Indeks ASX200 (Australia) yang melompat 0,85 persen di 8.393,8. Sedangkan Indeks KOSPI (Korea Selatan) melambung 0,83 persen di 2.501,24.
Kabar bersahabat dari bursa global dan regional ini kemudian menjadi bekal positif bagi sesi perdagangan di Jakarta. Pelaku pasar dengan penuh keyakinan menggelar aksi akumulasi hingga memaksa Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) konsisten menapak zona penguatan tajam. IHSG kemudian menutup sesi akhir pekan ini, Jumat 22 November 2024 dengan melompat 0,77 persen di 7.195,56.
Pantauan lebih rinci menunjukkan, kinerja gemilang IHSG yang disokong oleh lonjakan tajam sejumlah saham unggulan. Sejumlah besar saham unggulan yang masuk dalam jajaran teraktif ditransaksikan berhasil mencetak kenaikan bervariasi dan cenderung tajam, seperti: BBRI, BMRI, ADRO, BBNI, JPFA, UNTR, ASII, CPIN, ITMG, ICBP serta UNVR.
Sesi perdagangan kali ini juga diwarnai dengan lonjakan curam saham Bank Artha Graha. Saham yang diperdagangkan dengan kode INPC ini melambung brutal hingga 34,04 persen dengan menjejak kisaran Rp252. Tinjauan RMOL menunjukkan, kinerja saham INPC yang mulai mencetak lonjakan curam sejak 21 Oktober 2024. Namun gerak melonjak mengalami jeda pada 8 November hingga 18 November untuk kemudian melonjak kembali secara tajam dan konsisten hingga hari ini.
Saham Bakrie Lebih TenangSedangkan kinerja saham group konglomerasi Aburizal Bakrie yang dalam beberapa pekan terakhir lumayan mendominasi, terlihat lebih tenang di sesi hari ini. Saham BUMI tercatat flat dengan menutup sesi di Rp143, sementara BRMS turun 0,89 persen di Rp442 dan DEWA naik 0,84 persen di Rp120.
Rupiah Menguat Namun RentanKinerja sedikit berbeda dicetak oleh nilai tukar rupiah. Usai merosot dalam beberapa sesi perdagangan sebelumnya, Rupiah mencoba berbalik menguat dalam penutupan pekan ini. Hingga sesi perdagangan sore ini berlangsung, Rupiah tercatat diperdagangkan di kisaran Rp15.870 per Dolar AS atau menguat moderat 0,31 persen.
Pantauan di pasar uang Asia menunjukkan kinerja bervariasi yang cenderung konsisten berada di rentang terbatas. Laporan dari pasar uang global menunjukkan, kinerja mata uang utama dunia yang kembali kesulitan untuk bangkit. Nilai tukar Euro, Poundsterling, Dolar Kanada, dan Dolar Australia masih bergulat di titik terlemahnya dalam beberapa hari terakhir.
Sikap pelaku pasar yang masih menantikan rilis kebijakan penurunan suku bunga lanjutan oleh The Fed kian menyulitkan mata uang utama dunia bangkit. Situasi ini mencoba dimaksimalkan pelaku pasar di Asia untuk melakukan sedikit perlawanan hingga mengangkat sebagian mata uang Asia.
Penguatan Rupiah kali ini, tak lepas dari situasi di pasar global yang masih jauh dari optimisme, dan oleh karenanya diyakini masih rentan. Rilis kinerja inflasi bulanan pada dua pekan ke depan kini diharapkan mampu untuk setidaknya menutup kerentanan tersebut.
BERITA TERKAIT: