Trump diperkirakan mengenakan tambahan tarif pajak 10-20 persen untuk semua barang.
Kepala Badan Kebijakan Perdagangan (BK Perdag) Fajarini Puntodewi mengatakan, dengan tarif tinggi tersebut sangat besar kemungkinan akan mengganggu kegiatan ekspor Indonesia.
Selain itu, khusus untuk produk-produk Tiongkok yang masuk ke AS, Trump akan mengenakan tarif besar hingga 60-100 persen.
Bagi AS, Tiongkok menjadi penyebab neraca perdagangan AS selalu mengalami defisit.
Konflik ekonomi antara Tiongkok dan AS telah berlangsung sejak Januari 2018, ketika Trump - yang saat itu menjabat sebagai presiden - memilih langkah proteksionisme untuk memperbaiki neraca perdagangan AS dengan
menetapkan tarif dan hambatan perdagangan terhadap Tiongkok.
Trump juga mendesak Tiongkok membuat perubahan pada apa yang disebutnya sebagai praktik perdagangan tidak adil.
Puntodewi menjelaskan Amerika Serikat dan China merupakan mitra dagang utama Indonesia.
"Tentu, dengan adanya kebijakan ini, akan ada dampak, baik itu dengan perdagangan dengan Amerika maupun dengan China tentunya, di mana kedua negara ini merupakan mitra utama perdagangan Indonesia," ujarnya di acara Gambir Trade Talk di Hotel Borobudur, Jakarta, dikutip Rabu 20 November 2024.
Namun demikian, kata Puntodewi, pada kepemimpinan Trump yang pertama, (2016-2020) tren ekspor Indonesia ke AS justru meningkat dan mengalami surplus.
Dua tahun terakhir pada periode itu, neraca perdagangan Indonesia-AS surplus masing-masing sebesar 27,1 miliar Dolar AS pada 2019 dan 27,2 miliar Dolar AS pada 2020.
AS menjadi salah satu negara tujuan ekspor utama Indonesia. Tahun lalu, ekspor ke Amerika mencapai 9,57 persen dari total ekspor Indonesia.
Puntodewi berharap, di pemerintahan Trump kedua tidak terlalu banyak terjadi perubahan terhadap kinerja ekspor Indonesia.
BERITA TERKAIT: