Laporan sebelumnya menyebutkan, Indeks Wall Street yang menutup sesi dengan gerak mixed dan dalam rentang moderat. Gerak sempit juga masih berlanjut hingga sesi perdagangan after market. Rilis data penjualan ritel yang tumbuh 0,4 persen pada September lalu gagal membangkitkan optimisme di Wall Street. Catatan menunjukkan, tingkat pertumbuhan penjualan ritel tersebut yang melebihi ekspektasi pasar dan juga lebih baik ketimbang bulan sebelumnya.
Namun pelaku pasar di Wall Street terlihatasih membutuhkan sentimen lain yang lebih meyakinkan untuk melakukan aksi akumulasi lebih deras. Indeks Wall Street akhirnya hanya menutup sesi dengan gerak moderat. Indeks DJIA naik 0,37 persen dengan berakhir di 43.239,05, sementara indeks S&P500 turun tipis 0,02 persen di 5.841,47 dan indeks Nasdaq menguat tipis 0,04 persen dengan menyisir posisi 18.373,61.
Sesi Wall Street yang jauh dari meyakinkan tersebut kemudian berpadu dengan rilis data terkini dari China dan Jepang. Otoritas China merilis kinerja pertumbuhan PDB di kuartal 3 sebesar 4,6 persen. Kinerja tersebut memang sedikit lebih baik dibanding ekspektasi pasar di kisaran 4,5 persen. Sementara tingkat pertumbuhan penjualan ritel dilaporkan sebesar 3,2 persen pada September lalu atau lebih tinggi dari ekspektasi pasar sebesar 2,5 persen. China juga merilis produksi industri yang diklaim tumbuh 5,4 persen pada September lalu atau lebih tinggi dari perkiraan yang sebesar 4,5 persen.
Namun rilis data yang lumayan menghibur itu gagal membangkitkan optimisme di Asia secara meyakinkan. Gerak Indeks signifikan hanya sebatas terjadi di China dan Hong Kong. Pelaku pasar terlihat masih belum sepenuhnya teryakinkan apakah data terkini China mampu menghantarkan pemulihan ekonomi negeri terbesar di dunia itu.
Sedangkan dari Jepang dilaporkan, inflasi September yang sebesar 2,4 persen atau lebih tinggi dari perkiraan di kisaran 2,3 persen. Rilis data tersebut juga kurang disambut positif oleh pelaku pasar. Pantauan menunjukkan, Indeks Nikkei di Bursa saham Jepang menutup sesi dengan naik tipis 0,18 persen di 38.981,75. Gerak turun mendera Indeks KOSPI (Korea Selatan) yang terkoreksi 0,59 persen setelah berakhir di 2.593,82. Sedangkan Indeks ASX200 (Australia) tersungkur turun 0,87 persen setelah terhenti di 8.283,2.
Serangkaian gerak Indeks di Asia yang jauh dari meyakinkan tersebut kemudian membuat keraguan muncul di kalangan investor di Jakarta. Gerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang sempat melonjak tajam di awal sesi pagi hingga mengintai level psikologis nya di 7.800 sempat beralih merah. IHSG kemudian konsisten menapak di rentang moderat untuk kemudian menutup sesi akhir pekan ini, Jumat 18 Oktober 2024 dengan naik moderat 0,32 persen di 7.760,06.
Kinerja saham unggulan terlihat bervariasi dan cenderung berada di rentang terbatas. Sejumlah saham unggulan yang masuk dalam jajaran teraktif ditransaksikan mampu bertahan positif seperti: BBCA, TLKM, BBNI, INDF, ICBP serta ISAT dan CPIN. Sesi perdagangan kali ini juga diwarnai gerak melonjak fantastis saham DEWA. Saham yang masih dalam kelompok konglomerasi Aburizal Bakrie itu terpantau sempat melambung hingga 12 persen di Rp92. Saham DEWA kemudian menutup sesi dengan melesat 6,09 persen di Rp87. Lonjakan saham DEWA seakan jauh melampaui sentimen dari China dan Jepang yang dinilai kurang menggigit.
Catatan RMOL menunjukkan, kinerja dan gerak saham kelompok konglomerasi Aburizal Bakrie yang mulai mewarnai secara menonjol bursa saham dalam beberapa pekan terakhir.
Rupiah Menguat Moderat
Kinerja di rentang terbatas juga hinggap pada nilai tukar Rupiah dalam menutup pekan ini. Pantauan memperlihatkan, gerak Rupiah yang konsisten menapak di rentang terbatas. Hingga ulasan ini disunting, Rupiah ditransaksikan di kisaran Rp15.460 per Dolar AS atau menguat moderat 0,19 persen.
Gerak Rupiah yang terjebak di rentang sempit akibat sentimen kurang bergairahnya pasar uang global. Laporan yang beredar menyebutkan, mata uang utama dunia yang kembali mengalami tekanan jual menyusul rangkaian sentimen terkini. Langkah Bank Sentral Eropa, ECB yang memangkas suku bunga sebesar 0,25 persen membuat nilai tukar Euro kesulitan bangkit usai terdera koreksi curam. Situasi tersebut menyulitkan mata uang utama dunia untuk bangkit.
Sentimen terus merosot nya mata uang utama dunia dengan mudah menghadirkan kesuraman pada mata uang Asia. Mata uang Asia akhirnya hanya mampu menjejak zona penguatan tipis di tengah rangkaian rilis data perekonomian yang positif.
Pantauan juga memperlihatkan, gerak mata uang Asia yang kompak untuk menjejak zona penguatan moderat dalam menutup pekan ini. Dengan penguatan paling tajam dibukukan oleh Peso Filipina, yang sempat melonjak hingga 0,4 persen.
BERITA TERKAIT: