Pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori menilai, keterbukaan pemerintah dalam melakukan impor pangan terutama beras, mesti dikedepankan untuk menghindari potensi kerugian.
"Yang paling penting pemerintah jangan sembunyi-sembunyi ketika memutuskan impor. Kecuali kalau kita memang punya regulasi seperti di China, yang (kebijakannya) stok pangan itu rahasia negara," ujar Khudori kepada
Kantor Berita Politik dan Ekonomi RMOL pada Senin, 14 Oktober 2024.
Dia mengurai, berdasarkan perkiraan Badan Pangan Nasional (Bapanas) pada April-Mei 2024, mencatat rencana impor 5 juta ton lebih diubah, menjadi 3,6 juta ton.
"Sampai hari ini, sebetulnya yang saya tahu yang sudah diterbitkan persetujuan impornya 3,6 juta ton. Kalau melihat realisasi impor beberapa hari lalu belum sampai 3 juta, tapi 2,7 juta ton realisasinya," urainya.
Tetapi berdasarkan catatan Bulog, stok beras diperkirakan mencukupi kebutuhan sampai akhir tahun ini, karena kini jumlah yang ada di gudang Bulog masih 1,564 juta ton atau di atas kebutuhan yang hanya 1,2 juta ton.
Adapun dari pengalaman kebijakan impor beras di tahun 2018, Khudori mendapati ada kesalahan kebijakan dilakukan pemerintah, sehingga berakibat pada kerugian.
"Impor yang nggak
prudent itu salah satunya pada tahun 2018, itu (jumlahnya) 2,2 juta ton. Itu impor diputuskan tanpa ada analisis kebutuhan yang jelas. Setelah diimpor justru nggak kepakai, salah waktu karena datang pada saat panen raya," jelas dia.
"Akhirnya jadi masalah di tahun-tahun berikutnya. Bulog bertahun-tahun harus mengelola beras impor itu dan tidak ada outlet penyaluran yang pasti. Dan ketika beras itu disimpan di gudang, karena beras tidak bisa tahan lama maka potensi turun mutu bahkan rusak," sambungnya.
Karena hal tersebut, Khudori mendapati jumlah kerugian negara yang muncul, dan mendapat sorotan serius dari masyarakat luas.
"Kan (kejadian) 2018 itu sempat ramai karena ada 20-an ribu ton beras yang harus di-disposal atau dikeluarkan, dari pencatatan bulog karena memang rusak. Itu ramai walaupun nilainya hanya beberapa miliar gitu," jelasnya lagi.
Oleh karena itu, Khudori mengharapkan pemerintah terutama Kemendag sebagai pemegang wewenang atas persetujuan impor beras, dapat terbuka dalam mengeluarkan kebijakan pangan ini juga demi menghindari kerugian untuk para petani.
"Pemerintah jangan sembunyi-sembunyi, bahwa impor harus dilakukan secara transparan, dihitung secara benar, dikalkulasi kebutuhannya, tidak berlebihan, dan dilakukan di saat yang tepat," kata Khudori.
"Karena kalau tidak demikian pasti muncul dampaknya, terutama kalau beras ke petani yang akan merasakan. Jangan sampai impor itu disinsentif kepada petani, yang dimana hari-hari ini masih menikmati harga gabah cukup bagus, tapi jangan sampai karena kesalahan dalam impor justru itu buyar semua," tandasnya.
BERITA TERKAIT: