Menurut data pasar emas spot (XAU/USD) ditutup terkoreksi 0,42 persen ke level 2.642,58 Dolar AS (Rp41 juta) per troy ons, melanjutkan tren melemah selama empat kali keempat beruntun sejak pekan lalu.
Logam mulia ini sebelumnya sempat mencapai rekor tertinggi 2.694,90 Dolar AS (Rp43 juta) per ounce pada 26 September.
Kenaikan tertinggi ini terjadi setelah Bank Sentral AS (The Fed) menurunkan suku bunga untuk pertama kalinya dalam empat tahun terakhir sebesar 50 basis poin.
Namun, kini harapan pemotongan suku bunga besar berikutnya nampaknya meredup setelah AS melaporkan penambahan 254.000 pekerjaan baru bulan lalu, jauh di atas perkiraan 150.000.
Menurut alat CME Fedwatch, kemungkinan pemotongan suku bunga 50 poin pada pertemuan kebijakan Fed 7 November adalah 0 persen, turun dari 35 persen minggu lalu.
Sementara itu, Managing principal di Tickmill Joseph Dahrieh menjelaskan emas akan tetap dekat dengan rekor tertingginya, meski tertekan oleh sentimen penguatan Dolar AS dan imbal hasil obligasi AS yang meningkat, setelah data tenaga kerja yang kuat mengurangi peluang pemotongan suku bunga agresif dari The Fed.
Ia mencatat, ada optimisme hati-hati dari investor terhadap emas karena meningkatnya ketegangan di Timur Tengah dan ketidakpastian presiden AS yang membuat permintaan emas sebagai aset aman meningkat.
Dukungan jangka panjang untuk emas juga diperkirakan akan datang dari permintaan bank sentral, meskipun bank sentral China, pembeli terbesar tahun lalu telah menghentikan pembelian untuk bulan kelima berturut-turut.
BERITA TERKAIT: