Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan atau Zulhas, mengatakan, langkah yang dilakukan adalah secara diplomasi maupun dalam bentuk kebijakan.
Untuk perdagangan luar negeri, Pemerintah melaksanakan langkah diplomasi agar hambatan perdagangan dengan negara mitra segera diselesaikan.
"Indonesia saat ini berperan aktif di berbagai fora perdagangan internasional untuk meningkatkan nilai ekspor dan memberikan insentif bagi pelaku ekonomi nasional," terang Zulhas, di Jakarta, dikutip Jumat (30/8).
Indonesia juga telah menyelesaikan perjanjian dagang dengan 26 negara/ekonomi dan 45 negara yang masih dalam proses perundingan.
Mitra dagang utama Indonesia juga bergeser dari negara G7 ke negara berkembang (Tiongkok, India, Pakistan, Bangladesh, Uni Emirat Arab, Afrika Selatan, Nigeria, Arab Saudi, Vietnam, dan Filipina).
Pergeseran ini didorong oleh pemberian modal, teknologi, dan rantai pasok dari negara non-G7 seperti Tiongkok, serta kebijakan unilateral Uni Eropa yang menghambat laju perdagangan.
Saat ini, Indonesia baru saja menandatangani Protokol Perubahan Perjanjian Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (EPA) serta meluncurkan perundingan Indonesia-Gulf Cooperation Council (GCC) Free Trade Agreement.
Indonesia juga memiliki beberapa prioritas perundingan yang dijadwalkan selesai pada tahun ini, seperti Indonesia-European Union (EU) Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA), Indonesia-Canada CEPA, dan Indonesia-Peru CEPA.
Indonesia juga tergabung dalam Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP), salah satu perjanjian perdagangan terbesar, yang melibatkan 10 negara anggota ASEAN dan lima negara mitra ASEAN.
Langkah lainnya adalah memperluas ekspor ke pasar nontradisional (Asia Selatan dan Tengah, Timur Tengah, Afrika, dan Eropa Timur).
"Indonesia harus memperluas pasar nontradisional. Kita harus dapat memanfaatkan perkembangan pasar potensial, salah satunya di kawasan ASEAN karena kita sudah mempunyai standar yang sama," ujar Zulhas.
BERITA TERKAIT: