Hal itu disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono dalam acara Kuliah Umum bertema "Implementasi Kebijakan Ekonomi Biru: Mewujudkan Keberlanjutan dan Kesejahteraan Bersama" di Universitas Hasanuddin, Makassar, Kamis (29/8).
Kuliah Umum tersebut dihadiri Rektor Universitas Hasanuddin, dekan dan dosen, serta seluruh civitas akademika Universitas Hasanuddin, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan, serta pejabat Eselon I dan II Lingkup KKP.
Di hadapan para hadirin, Trenggono mengatakan, peningkatan populasi penduduk global yang mencapai 9,7 miliar jiwa pada 2050 menjadi tantangan semua negara termasuk Indonesia, dalam memenuhi kebutuhan pangan manusia.
Di samping itu, dunia juga dihadapkan dengan isu malnutrisi. Berdasarkan data FAO (2023), jumlah masyarakat yang mengalami kekurangan pangan di dunia meningkat dari 7,9 persen di tahun 2019 menjadi 9,2 persen di tahun 2022.
Hal ini juga terjadi di Indonesia di mana jumlah masyarakat yang mengalami kekurangan pangan meningkat dari 8,5 persen di tahun 2021 menjadi 10,2 persen di tahun 2022.
"Laut dapat menjadi jawaban untuk mengatasi permasalahan pangan yang dunia sedang hadapi saat ini," kata Trenggono dalam paparannya.
Dia menjelaskan, laut menyediakan beragam sumber daya yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pangan yang tidak hanya bergizi tetapi juga lebih ramah terhadap lingkungan.
Berdasarkan data Skyquest (2023), peran sektor kelautan dan perikanan dalam menyuplai sumber pangan diproyeksi akan semakin besar. Nilai pasar perikanan dunia diproyeksi akan terus mengalami pertumbuhan dengan
Compound Annual Growth Rate atau CAGR sebesar 6,52 persen dari 269,3 miliar Dolar AS pada tahun 2023 menjadi 419,09 miliar Dolar AS pada tahun 2030.
"Sebagai negara kepulauan terbesar yang dianugerahi kekayaan sumber daya laut dan perikanan yang luar biasa besar, maka Indonesia harus menempatkan laut sebagai halaman depan sekaligus episentrum pembangunan nasional untuk mewujudkan Indonesia Emas di tahun 2045," jelasnya.
Di balik harapan besar terhadap laut sebagai penopang sektor pangan, laut juga tengah menghadapi banyak tantangan. Tekanan terhadap laut akibat aktivitas manusia meningkat, perubahan iklim, IUU fishing dan overfishing marak terjadi, serta polusi laut akibat sampah plastik mengancam keberlangsungan sektor kelautan dan perikanan Indonesia.
Untuk mengoptimalkan potensi serta menghadapi tantangan yang ada, Trenggono menekankan pentingnya menempatkan ekologi sebagai panglima.
Hal itu juga telah menjadi perhatian Kementerian Kelautan dan Perikanan yang telah mengimplementasikan 5 arah kebijakan Ekonomi Biru.
"Ekonomi Biru harus menjadi
mainstream dalam upaya pembangunan sektor kelautan dan perikanan di Indonesia terutama untuk mencapai
triple win yaitu
Ocean Health, Ocean Wealth, dan
Ocean Prosperity," tambahnya.
Melalui
triple win tersebut, lanjutnya, implementasi Ekonomi Biru harus dapat memastikan beberapa hal. Pertama, terjaganya kualitas dan kesehatan lingkungan laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil. Kedua, dapat memastikan ketersediaan pangan tanpa memberikan tekanan ekstra bagi laut di tengah kebutuhan yang semakin meningkat. Ketiga, menciptakan pemerataan pertumbuhan ekonomi bagi seluruh lapisan masyarakat.
"Untuk mendukung tercapainya tujuan kebijakan Ekonomi Biru, maka dibangun sistem infrastruktur Ocean Big Data yang terintegrasi dengan Ocean Accounting dan Command Center dengan tujuan untuk meningkatkan pengawasan, monitoring, penyediaan data yang secara kontinyu diperbaharui, dan penyusunan
decision support system," pungkasnya.
BERITA TERKAIT: