Pada sesi perdagangan Rabu (7/8), seluruh indeks Wall Street kembali merah setelah sempat mengawali dengan penguatan tajam.
Laporan menyebutkan, situasi jauh dari mengkhawatirkan di tengah minimnya sentimen yang berkembang. Pelaku pasar terlihat mencoba mengandalkan pernyataan positif dari perusahaan pengiriman kargo terbesar dunia, Maersk yang mengklaim tidak ada tanda-tanda resesi perekonomian AS dalam pengiriman barang.
Namun pernyataan positif tersebut hanya menjadi angin lalu di sesi perdagangan. Indeks Wall Street yang mengawali dengan lonjakan berbalik turun tajam hingga sesi perdagangan ditutup. Pantauan juga menunjukkan, gerak turun yang masih berlanjut hingga sesi
after hours Kamis pagi ini (8/8).
Indeks DJIA melorot 0,6 persen setelah terhenti di 38.763,45, sementara indeks S&P500 terpangkas 0,77 persen di 5.199,5 dan indeks Nasdaq yang kembali merosot curam 1,05 persen untuk menutup sesi di 16.195,81.
Pantauan lebih rinci menyebutkan, kontribusi signifikan dari rontoknya saham-saham teknologi dalam sesi perdagangan kali ini.
Saham Super Micro Computer terbabat brutal hingga 20,1 persen menyusul rilis kinerja kuartalan yang lebih rendah dari ekspektasi investor. Saham teknologi lain yang juga merosot tajam adalah Dexcom Inc hingga 7,9 persen, ARM Holdings Plc rontok 5,5 persen, dan Broadcom Inc anjlok 5,3 persen.
Gerak turun suram Indeks Wall Street kali ini terkesan seiring dengan situasi muram di pasar crypto. Pantauan menunjukkan, Harga Bitcoin yang kembali runtuh curam dalam sesi perdagangan Rabu.
Keruntuhan curam juga masih berlanjut hingga sesi perdagangan Kamis pagi ini. Terkini harga Bitcoin berada di kisaran 54.969 Dolar atau ambles 3,12 persen. Catatan tim riset
RMOL menunjukkan, harga Bitcoin yang telah ambruk sangat tajam hingga 22,3 persen dari titik tertingginya pada 27 Juli lalu di 69.400 Dolar.
Penurunan dan kenaikan ekstrem tercatat akrab dengan pasar crypto selama ini, dan tentunya menjadi aset investasi yang "boros jantung" bagi investor yang terlibat.
Dengan bekal kurang menguntungkan dari sesi perdagangan Wall Street ini, sesi perdagangan di Asia pada Kamis (8/8) diperkirakan akan cenderung mengalami tekanan jual.
Namun intensitas tekanan jual, bila pun terjadi, diyakini tidak akan terlalu besar. Gerak ind ks dalam rentang moderat akhirnya menjadi opsi yang paling mungkin di sesi hari ini.
Sementara pantauan terkini hingga ulasan ini disunting menunjukkan, indeks Nikkei (Jepang) yang mengawali sesi dengan menurun tajam 1,86 persen di 34.436,17. Sedangkan indeks KOSPI (Korea Selatan) terkoreksi 1,01 persen di 2.542,48 dan indeks ASX200 (Australia) yang melemah tipis 0,34 persen di 7.673,8.
Catatan tim riset
RMOL, agenda rilis data yang akan menyita perhatian investor akan datang dari AS menyangkut angka tunjangan pengangguran.
Rilis data tersebut akan dilakukan malam nanti pukul 19.30 WIB. Selebihnya, sentimen minor akan datang dari rilis data Business confidence dari Australia yang dilakukan pagi ini jam 08.30 WIB.
Bekal sentimen yang kurang meyakinkan ini sekaligus akan menjadi menu bagi pelaku pasar di Jakarta pagi ini. Gerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang kembali berhasil melonjak di sesi perdagangan kemarin kini rentan mengalami koreksi. Namun kisaran koreksi diperkirakan akan cenderung terbatas, dan peluang yang relatif sama bagi IHSG untuk menjejak zona positif.
Prospek lebih menggembirakan akan mendera nilai tukar Rupiah, di mana setelah berhasil menjinakkan Dolar AS hingga mendekati level psikologis penting di Rp16.000, kini kembali berpeluang untuk melanjutkan gerak penguatan.
Hal ini terutama disokong oleh situasi di pasar uang global, di mana gerak indeks Dolar AS yang terlihat mason belum berbalik menguat. Pantauan menunjukkan, mason terlihat upaya sejumlah mata uang utama dunia untuk menguat, meski dalam taraf moderat.
Dengan demikian, Rupiah masih bisa diharapkan kembali menguat di sesi perdagangan hari ini untuk sekaligus mengandaskan Dolar AS di bawah level psikologis Rp16.000. Pola ini sangat seiring dengan tinjauan teknikal yang dimuat dalam ulasan sebelumnya.
BERITA TERKAIT: