Realisasi penerimaan dari pos tersebut melambat 7,8 persen secara tahunan (yoy) yang diakibatkan penurunan bea masuk dan cukai hasil tembakau.
Ia menjelaskan bahwa penerimaan bea masuk mencapai Rp20,3 triliun, turun tipis 0,5 persen (yoy).
Adapun penurunan bea masuk tersebut disebabkan oleh penurunan rata-rata tarif efektif bea masuk dari 1,46 persen menjadi 1,34 persen dan adanya penurunan impor sebesar 0,4 persen (yoy).
“Jadi dalam hal ini volume impornya tidak naik dan tarifnya juga mengalami penurunan yang menyebabkan bea masuk kita flat,” kata Sri Mulyani saat konferensi pers APBN Kita secara virtual, Kamis (27/6).
Penurunan penerimaan dipengaruhi oleh kinerja sejumlah komoditas utama, seperti gas alam, kendaraan roda empat, suku cadang kendaraan, serta besi atau baja lembaran.
Penerimaan cukai hingga Mei 2024 tercatat sebesar Rp81,1 triliun, terkontraksi 12,6 persen (yoy).
Cukai hasil tembakau mengalami penurunan akibat pergeseran produksi golongan I, sementara golongan II dan III mengalami peningkatan.
Tarif efektif juga mengalami tren penurunan. Ada pula kebijakan relaksasi pelunasan cukai yang turun mempengaruhi kinerja penerimaan cukai.
Untuk belanja bantuan sosial (bansos) telah terealisasi sebesar Rp70,5 triliun hingga 31 Mei 2024.
"Belanja bansos mencapai Rp70,5 triliun, ini artinya terjadi kenaikan 12,7 persen dibandingkan bansos tahun lalu Rp62,5 triliun," kata Sri Mulyani.
BERITA TERKAIT: