Kedua negara membahas peran sektor ketenagalistrikan dan industri dalam memenuhi target emisi, serta strategi untuk menarik investasi dan mendukung transisi yang adil dan terjangkau.
Pakar ekonomi lingkungan dan perubahan iklim yang juga Kepala Bidang Energi di Institut Solusi Iklim, Energi dan Bencana di Australian National University, Profesor Frank Jotzo, mengatakan bahwa dekarbonisasi akan menjadi perubahan yang sangat penting bagi perekonomian kita saat ini dan dalam beberapa dekade ke depan.
“Indonesia dan Australia menghadapi beberapa tantangan yang sama sebagai negara yang secara historis bergantung terhadap batu bara di sektor energi, kuat dalam ekstraksi sumber daya, dan pengekspor utama bahan bakar fosil," ujar Frank Jotzo.
"Kesempatannya adalah untuk membentuk perubahan dengan cara yang sesuai dengan prioritas lingkungan dan juga sesuai dengan kemakmuran," lanjutnya.
Sementara Dosen Universitas Indonesia Alin Halimatussadiah mengatakan, kuncinya adalah kesepakatan dan koordinasi yang erat antara lembaga-lembaga pemerintah, serta kolaborasi dengan sektor swasta dan mitra internasional.
Tim Stapleton, Minister-Counsellor Kedutaan Besar Australia di Jakarta, mengatakan, "Indonesia dan Australia bersama-sama memahami bahwa kolaborasi dan aksi kolektif merupakan hal yang penting untuk membuat kemajuan dalam perubahan iklim. Kemitraan dan berbagi pengetahuan merupakan inti dari berkembangnya program Australia di sektor perubahan iklim dan energi dengan Indonesia dan seluruh Kawasan.”
Diskusi 'Dekarbonisasi Industri Listrik dan Baja di Indonesia' didukung oleh PROSPERA (Kemitraan Australia Indonesia untuk Pembangunan Ekonomi) dan KINETIK (Kemitraan Iklim dan Infrastruktur Australia-Indonesia).
BERITA TERKAIT: