Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Ekspansi Pelindo, Tali Sejarah dan Indonesia Emas

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/adityo-nugroho-1'>ADITYO NUGROHO</a>
LAPORAN: ADITYO NUGROHO
  • Rabu, 20 September 2023, 19:27 WIB
Ekspansi Pelindo, Tali Sejarah dan Indonesia Emas
Peta Samudra Hindia, masa depan ekonomi dunia/Ist
rmol news logo Asa semerbak menyambut wacana kerja sama bisnis PT Pelabuhan Indonesia (Persero)/Pelindo ke Benua Afrika. Sambangi Pelabuhan Mombasa, Kenya, Februari 2023 lalu, delegasi Pelindo yang dipimpin Dirut Pelindo Arif Suhartono menjajaki peluang bisnis di Benua Hitam.

Dua tahun pasca merger, wacana ekspansi Pelindo ke Afrika ini menjadi kiprah perusahaan pelabuhan pelat merah tersebut dalam mengemban visinya untuk Go International pada 2025. Kunjungan delegasi Pelindo ke Kenya pun seakan menjadi "infanteri" dari hubungan dagang Indonesia dengan negara beribukota Nairobi itu khususnya.

Secara berurutan, Kementerian Perdagangan RI juga tengah menyasar pasar Afrika. Dalam berbagai kesempatan, Menteri Perdagangan (Mendag) RI, Zulkifli Hasan menyebut Afrika dengan penduduk sebanyak 1,5 miliar orang merupakan potensi pasar bagi produk Indonesia. Tak tanggung-tanggung, Zulhas biasa disapa mengungkap, bahkan produk usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) juga bisa menyasar Afrika.

Puncaknya, kunjungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Nairobi pada 21 Agustus 2023, juga membawa misi bisnis sekaligus nostalgia sejarah hubungan kedua negara. Presiden Kenya, William Ruto pun menyambut baik ajakan kerja sama itu. Seakan dirinya menganggap Indonesia sebagai "guru" bagi dinamika geopolitik dan geoekonomi di kawasan Asia-Afrika yang terbentang di Samudra Hindia.

Kembali ke peran Pelindo, layaknya sebagai pengumpul data bagi pintu gerbang ekonomi Afrika Timur itu dalam menyukseskan misi dagang, sudah sepatutnya memperkuat fondasi bisnisnya. Berbagai apresiasi dan dukungan dari dalam negeri turut menghiasi langkah Pelindo tersebut.

Dengan begitu, Pelindo seharusnya makin pede (percaya diri) dalam berkancah di dunia internasional. Kendati terbilang berat, membuka bisnis di Afrika karena berbagai hal, setidaknya tinjauan geoekonominya jauh pada dua dekade ke depan atau tepat pada cita-cita Indonesia Emas tahun 2045.

Artinya, penjajakan bisnis Pelindo ke Afrika ini mengandung dua dimensi, secara backward linkage (kaitan ke belakang) dan forward linkage (kaitan ke depan). John Dalberg-Acton mengungkap, sejarah bukanlah beban ingatan, melainkan penerangan jiwa. Begitu pula Arnold J. Toynbee menyebut sejarah adalah visi ciptaan Tuhan yang bergerak.

Belajar dari sejarah, Pelindo mampu menatap Indonesia maju 2045 sebagai pemain global yang disegani. Tentunya dengan menempuh jalan terjal, mendaki lagi sukar, berakit-rakit ke hulu, berenang ke tepian. Di sinilah pergulatan dialektika, strategi, daya dan upaya terjadi dalam menghadapi dinamika yang berkembang untuk mencetak sejarah.

Merajut Sejarah dan Budaya

Sebagaimana telah disinggung, hubungan Indonesia (dulu Nusantara) dengan Afrika bukan isapan jempol belaka. Banyak catatan sejarah, kejayaan maritim Nusantara dahulu kala begitu mesra dengan penduduk Madagaskar dan pantai Timur Afrika. Robert Dick-Read, dalam buku Penjelajah Bahari: Pengaruh Peradaban Nusantara di Afrika, mengungkap banyak penduduk Nusantara yang akhirnya menetap di kawasan timur Afrika.

Mereka datang dengan perahu bercadik membawa berbagai barang dagangan yang terdiri dari rempah-rempah, kapur barus dan tembaga. Selanjutnya, mereka yang kembali ke Nusantara juga membawa barang khas Afrika seperti gading dan kulit binatang.

Kentalnya ikatan batin antara Afrika dan Nusantara itu berlanjut hingga hingga abad 20. Sama-sama menjadi menjadi bangsa terjajah oleh arus kolonialisme dan imperialisme dunia, Indonesia mempelopori lahirnya Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung pada 1955.

Puluhan negara Afrika langsung menyatakan kemerdekaannya dan berjuang bersama mewujudkan perdamaian dunia. Banyak negara Afrika juga eksis dalam Gerakan Non Blok yang diinisiasi Indonesia sebagai upaya untuk meredakan ketegangan dunia antara Blok Barat dan Timur.

Masuki era 1990-an, Indonesia bersama negara-negara Afrika Timur juga tergabung dalam Indian Ocean Rim Association (IORA), sebagai kerja sama kawasan yang diharapkan mampu menjadi tempat pergeseran ekonomi dunia dari Asia Pasifik dan Eropa. Indonesia dan negara-negara Afrika pun tak luput dari gempuran krisis ekonomi global periode 1997-1998, serta terus menyandang status sebagai negara berkembang hingga awal abad 21.

Hubungan Pelindo dengan Pelabuhan Mombasa (Kenya) pun bisa menjadi babak baru kekuatan perdagangan Indonesia dan negara-negara Afrika dalam menyongsong pergeseran geoekonomi global. Cita-cita merajai kawasan Samudra Hindia perlu diemban Pelindo guna menyukseskan bisnis ini.

Peluang dan Tantangan

Peluang bisnis Pelindo kala menggandeng Pelabuhan Mombasa tentu penuh dengan aral melintang. Diprediksi pada lima tahun pertama, Pelindo akan kerja keras meraih laba. Namun dengan dukungan full dari pemerintah dan para wakil rakyat di Senayan, beserta stakeholder lainnya, karang besar tersebut niscaya bisa terpecahkan.

Pelabuhan Mombasa dan Lamu yang kini baru melayani sekitar 1,4 juta TEU per tahunnya, akan menjadi PR (pekerjaan rumah) berat bagi Pelindo untuk mendongkrak volume perdagangan. Sebagai mentor, tentu ini menjadi tantangan Pelindo untuk mengkader Pelabuhan Mombasa agar naik level.

Adanya Perjanjian Perdagangan Bebas Kontinental Afrika (The African Continental Free Trade Agreement-AfCFTA) juga bisa menjadi potensi Pelindo untuk meningkatkan perdagangan di Pelabuhan Mombasa. Para pebisnis dalam negeri pun tak akan tinggal diam untuk menjajaki peluang bisnis ini.

Meminjam istilah fans Liverpool, you'll never walk alone, kepakkan sayap Pelindo ke Afrika bakal di-backup seluruh stakeholder negeri ini. Budaya gotong royong bangsa menjadi kekuatan dalam pencapaian Pelindo, yang notabene sebagai  pembawa panji merah putih, berkibar di pantai timur Afrika.

Kiprah Pelindo turut menjadi bargaining Indonesia dalam menjajaki keikutsertaan Indonesia dalam BRICS (Brazil, Russia, India, China and South Africa). Berbagai potensi dan kendala masih dipertimbangkan pemerintah guna menjajaki keikutsertaan dalam BRICS. Bisa jadi, Pelindo menjadi perintis dalam kerja sama negara-negara maju dunia ketiga tersebut.

Dunia bergerak cepat, kekuatan ekonomi akan segera berpindah ke daerah-daerah penghasil sumber daya alam. Pergerakan barang dan jasa akan bertumpu pada kawasan yang memiliki bonus demografi.

Indonesia dan Afrika akan menyambut masa-masa tersebut. Pelindo sebagai penyambung tali sekaligus pembuka pintu siap menopang masa keemasan Indonesia di usianya yang genap seabad pada 2045 nanti. Semoga! rmol news logo article    

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA