Laporan dari sumber-sumber pasar yang dikutip oleh
Reuters mengungkapkan bahwa sejumlah faktor telah berkontribusi pada ketidakstabilan pasokan bahan bakar.
Salah satu faktor yang mempengaruhi pasokan bahan bakar adalah pemeliharaan kilang minyak yang mengganggu produksi dan distribusi bahan bakar, serta kemacetan infrastruktur di jalur kereta api yang juga telah menyulitkan pengiriman bahan bakar ke berbagai wilayah.
Di samping itu, melemahnya nilai rubel turut serta berkontribusi dalam mendorong peningkatan ekspor bahan bakar, yang mempengaruhi ketersediaan di pasar domestik.
Dalam beberapa bulan terakhir, Moskow telah berjuang untuk mengatasi kekurangan solar dan bensin dengan mempertimbangkan pembatasan ekspor bahan bakar sebagai langkah terakhir untuk menghindari krisis bahan bakar di negaranya yang lebih serius.
Kondisi saat ini telah membuat depot produk minyak regional di wilayah selatan Rusia terpaksa mengurangi atau menunda penjualan bahan bakar, sementara stasiun pengisian bahan bakar ritel kini harus membatasi volume penjualan bahan bakar kepada pelanggan.
Meskipun Wakil Perdana Menteri Rusia Alexander Novak telah menyatakan bahwa tidak ada kekurangan bahan bakar, namun pedagang dan petani di wilayah selatan Rusia mengaku mereka menghadapi tantangan dalam mendapatkan pasokan yang memadai.
“Bensin Ai-92 tidak tersedia untuk penjualan eceran di wilayah Krasnodar, Adygea dan Astrakhan, hampir tidak ada bensin dan solar Ai-95,” kata seorang pedagang di wilayah selatan Rusia.
Pedagang lain mengatakan tidak ada penjualan solar di depo minyak dan tidak ada solar di pasar eceran selama dua minggu berturut-turut di seluruh wilayah Samara, yang terletak di wilayah sungai Volga.
Menurut para pedagang, kelangkaan di pasar eceran tersebut juga diikuti oleh kenaikan tajam harga bahan bakar, terutama solar dalam beberapa bulan terakhir, yang semakin mengakibatkan ketidakstabilan harga di pasar eceran.
Seorang pemilik depo bahan bakar telah mengonfirmasi kenaikan grosir solar tersebut yang mulai meningkat tajam pada Juli lalu, dengan harga solar di bursa komoditas melonjak rata-rata lebih dari seperempat menjadi 67.000 rubel (Rp 10 juta) per ton.
“Kami tidak membeli. Harganya gila-gilaan,” kata seorang pemilik depo bahan bakar.
Sumber-sumber industri memperkirakan bahwa situasi ini diperkirakan akan mulai membaik pada Oktober mendatang ketika sebagian besar kilang minyak selesai dengan pemeliharaannya dan permintaan musiman diperkirakan akan menurun.
Meskipun demikian, kondisi tersebut telah memunculkan kekhawatiran, terutama menjelang pemilihan presiden yang dijadwalkan pada bulan Maret mendatang.
Pemerintah Rusia saat ini sedang berupaya keras untuk mengatasi tantangan pasokan bahan bakar tersebut guna menjaga stabilitas sektor pertanian dan harga di negara tersebut, sambil terus memantau perkembangan situasi yang sedang berlangsung.
BERITA TERKAIT: