"Kalau ditotal dengan aset yang baru dihitung menjadi Rp 5.728,49 triliun. Jadi nilainya meningkat Rp 4.190,3 triliun," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani saat menyerahkan BMNke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di Gedung BPK, Jakarta, kemarin.
Nilai sebesar Rp 5.728,49 triliun tersebut didapat dari aset tetap berupa tanah, gedung dan bangunan, serta juga jalanan, irigasi, jaringan dan aset tetap lainnya yang memiliki nilai signifikan.
Ani-panggilan akrab Sri Mulyani menjelaskan, pengguÂnaan aset dapat meningkatkan pendapatan negara 1,5 persen dari
gross domestic product (GDP).
Ani menuturkan, hasil penilaian ini dilaporkan kepada BPK untuk diperiksa. Dan, nanti hasilÂnya dilaporkan kembali kepada pemerintah.
"Ini sebagai bentuk akuntabiliÂtas, telah kami sampaikan Ketua BPK pada 15 Oktober 2018 untuk selanjutnya dilakukan peÂmeriksaan revaluasi oleh BPK. Ini sangat penting agar revaluasi nilainya valid, akuntabel dan dapat dipertanggungjawabkan," ujarnya.
Ani meminta kepada para kementerian, lembaga maupun instansi negara agar menindakÂlanjuti BMN yang tidak ditemuÂkan, aset yang idle, dan dalam berstatus sengketa.
Dia berharap, penyelesaian masalah aset bisa dilakukan sesuai dengan aturan yang berÂlaku.
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahardiansyah menilai, potensi aset negara belum terdata masih besar. Hal itu terjadi karena selama ini banyak aset tidak terdata dengan baik. Akibatnya, banyak aset yang lepas atau berpindah tangan ke perusahaan swasta, asing atau ke pemilik perorangan.
"Kalau terdata dan dikelola dengan baik, jumlahnya sangat signifikan. Bahkan bisa dua kali lipat jumlah saat ini," kata Trubus kepada
Rakyat Merdeka. ***
BERITA TERKAIT: