Kemampuan memenuhi standar mutu internasional diperlukan untuk meningkatkan ekspor jasa konstruksi nasional.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono, mengaku bangga melihat kiprah kontraktor Indonesia di Aljazair saat meninjau proyek pembangunan apartemen dan jalan raya di sana yang dilakukan oleh PT. WIKA.
"Mereka sebagai duta bangsa Indonesia dan menjadi rujukan pembangunan infrastruktur di negara tersebut. Untuk teknis pekerjaan, kualitas pekerjaan kontraktor Indonesia tidak perlu diragukan. Kontraktor Indonesia juga harus bisa menjaga kredibilitas bangsa Indonesia untuk dapat merebut kesempatan yang lebih besar ke depan,†ujar Basuki, dikutip dari siaran pers Biro Komunikasi Publik Kementerian PUPR.
Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR, Syarif Burhanuddin, mengatakan, kesiapan rantai pasok sangat penting dalam penyelenggaraan konstruksi. Terdapat empat elemen rantai pasok yang penting, yakni pemetaan Badan Usaha Jasa Konstruksi (BUJK), sumber daya manusia (SDM), material, dan peralatan.
Hal itu dikatakannya saat mewakili Menteri Basuki membuka Seminar Asosiasi Kontraktor Indonesia (AKI) 2018 bertema "Pembangunan Infrastruktur sebagai Penopang Pembangunan Nasional" di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (2/10).
Seminar menghadirkan narasumber Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT), Herry Trisaputra Zuna; Direktur Program KPPIP, Rainier Heryanto; dan Wakil Ketua Kadin, Arif Budimanto.
Hal pertama yang menjadi fokus adalah pemetaan jumlah BUJK. Saat ini, ada 126.000 BUJK di Indonesia dengan komposisi kontraktor kecil sebanyak 85 persen, menengah 14 persen, dan besar 1 persen. Dari komposisi tersebut, kesenjangan antara jumlah BUJK kecil dan menengah dengan BUJK besar masih lebar.
"Hal ini perlu kita perkecil ke depannya dan tentu saja kita kaitkan dengan pekerjaan apa yang akan dilakukan," kata Syarif.
Selain itu, masih sedikit kontraktor spesialis dan BUJK asing juga menjadi tantangan BUJK. Saat ini, kontraktor spesialis hanya berjumlah 5.900 dari keseluruhan jumlah BUJK.
"Tantangan kita ke depan adalah bagaimana menghadirkan kontraktor spesialis karena semua pekerjaan yang umum ini kecenderungannya pasti membutuhkan yang spesialis," tambah Syarif.
Sementara itu, dari 636 BUJK asing yang ada di Indonesia hanya sekitar 196 yang aktif. Sisanya, sebanyak 300 BUJK tidak aktif dan sekitar 30 yang sudah tutup karena dalam waktu tiga tahun ini tidak mendapat pekerjaan. Menurut Syarif, BUJK asing dibutuhkan untuk menjalin kerjasama agar kontraktor dalam negeri mendapat peluang di luar negeri.
"Saat melakukan kunjungan kerja ke Aljazair, Menteri Basuki melihat pembangunan jalan sepanjang 200 KM yang dibangun oleh Kontraktor BUMN PT. Wijaya Karya. Sejak tahun 2007 dibangun hingga sekarang, jalan tersebut belum pernah diperbaiki. Sementara yang dikerjakan China sudah tiga kali diperbaiki. Karena itu, WIKA kembali mendapat kepercayaan untuk membangun rumah susun sebanyak 5.000 unit," jelas Syarif.
Kedua adalah SDM. Saat ini, dari 8,1 juta tenaga kerja kontruksi Indonesia, yang mempunyai sertifikat tidak sampai 10 persen. Padahal, tenaga kerja Indonesia yang berkarya di luar negeri telah diakui karena memiliki sertifikat dan terampil. Oleh karena itu, untuk mempersiapkan daya saing bangsa di masa depan, Kementerian PUPR terus berupaya melakukan percepatan sertifikasi.
Rantai pasok ketiga adalah material yang masih dibutuhkan hampir semua daerah. Untuk memenuhi kebuuhan material, tidak jarang daerah kerap harus impor. Padahal, semen misalnya, masih oversupply dan masih tersedia hingga 6 tahun ke depan. Keempat adalah peralatan. Saat ini, hanya ada sekitar 70.000 sampai 80.000 unit peralatan di Indonesia. Namun, yang terdata masih sedikit yakni sekitar 26.000.
Terkait kelayakan alat, Syarif mengatakan bahwa kelayakan alat bukan semata ditentukan oleh usia alat, melainkan kelayakan alat itu sendiri.
"Sekali lagi kami berharap agar kontraktor kita siap, mulai dari materialnya, peralatannya, SDM-nya sampai badan usaha kita siap. Terakhir, tentu dari sisi teknologi dan dapat mengambil peluang di luar. Tugas kami sebagai Pemerintah adalah untuk membuka jalan bagi usaha dalam negeri," jelas Syarif.
Dalam kesempatan sama, Syarif juga menjelaskan bagaimana kondisi di Palu dan Donggala pascagempa. Syarif mengajak Asosiasi Kontraktor Indonesia (AKI) untuk ikut membantu penanganan dengan mengirim alat berat seperti ekskavator.
"Kebutuhan yang paling mendesak sekali saat ini adalah alat-alat berat. Sebagai kontraktor besar bisa memberikan bantuan alat berat dan bila diperlukan Pemerintah akan membayarnya,†kata Syarief.
[ald]
BERITA TERKAIT: