KPPU Pelototi Industri Ritel

Investor Tidak Bisa Jadi Pengelola Toko

Rabu, 29 Agustus 2018, 08:50 WIB
KPPU Pelototi Industri Ritel
Foto/Net
rmol news logo Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sedang menga­wasi pelaku usaha di industri ritel yang mewaralabakan pe­rusahaannya. Soalnya, investor di industri ritel cuma bisa jadi mitra dan tidak bisa jadi pen­gelola toko.

Direktur Pengawasan Kemi­traan KPPU Dedy Sani Ardi mengatakan, penelusuran yang dilakukan KPPU menemukan jumlah mitra yang menjadi inves­tor lebih banyak ketimbang yang ikut mengelola mulai dari toko dibangun. "Kita awasi praktik ini di lapangan," ujarnya di Gedung KPPU, Jakarta, kemarin.

KPPU menilai, mitra hanya dijadikan sebagai investor saja. Sementara penggunaan uang atau modal yang keluarkan lalu diserahkan ke pemilik brand dan dikhawatirkan tidak transparan.

"Kita melihat ada potensi eksploitasi antara pelaku Usaha Mikro Kecil dan menengah (UMKM) sebagai mitra dengan pengusaha besar (pemilik lisensi perusahaan) jika mitra hanya setor uang saja," ungkapnya.

Karena itu, para pengusaha ritel yang mewaralabakan peru­sahaannya diminta memberikan hak kelola kepada mitra atau franchise. Hak kelola yang di­maksud adalah mitra yang ingin bergabung dalam waralaba suatu perusahaan ritel, tidak hanya di­jadikan sebagai investor saja.

"Investor harus diberi kesem­patan sebagai pengelola toko sehingga si pemilik uang juga bisa membangun dan mengelo­lanya," ungkap Dedy.

Ketua Asosiasi Franchise In­donesia (AFI) Anang Sukandar menyebut, untuk ritel minimarket yang ada saat ini jumlah mitra sebagai owner-operated memang kecil. Jika dihitung, jumlah­nya baru ada sekitar 300 yang menjadi mitra sekaligus owner-operated dari 15.000 jumlah toko yang ada di Indonesia.

"Padahal format dan konsep franchise atau waralaba itu ya harus owner-operated. Di negara lain seperti itu. Itu syarat utama," kata dia.

Sekjen Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) So­lihin memastikan, telah ikut berupaya dalam membangun kemitraan dengan masyarakat. Hal itu terwujud melalui sejum­lah usaha ritel di bawah naun­gannya. Misalnya, PT Sumber Alfaria Trijaya atau Alfamart.

Sebagai salah satu anggota Aprindo, Alfamart selama ini sudah melakukan sejumlah kerja sama kemitraan dengan begitu banyak UMKM hampir di setiap gerainya. "Di beberapa tempat (Alfamart), ada yang bisa kita gunakan untuk teman-teman UMKM berjualan. Ada produk-produk yang kita saring dan layak dijual, itu kita bantu dan jual. Ini disebut kemitraan dalam mem­bantu produk-produk yang dise­diakan UMKM," ujar Solihin.

Selain Alfamart, Solihin me­mastikan, sejumlah perusahaan ritel yang menjadi anggotanya juga kerap melakukan hal se­rupa. Tujuannya tak lain adalah untuk membangun jaringan distribusi, yang juga turut dimi­liki oleh masyarakat luas dan berorientasi pada kebutuhan konsumen.

"Karena konsep waralaba itu sebenarnya adalah konsep pemasaran. Jadi bagaimana agar dia (para peritel) bisa mengem­bangkan usahanya untuk maju, dan berkembang bersama masyarakat luas," kata Solihin.

Diakui Solihin, hal ini sebagai langkah integrasi ekonomi da­lam skala mikro guna memban­gun perekonomian masyarakat kecil dan menengah. "Dalam waralaba itu kan terjadi hubun­gan antara pelaku waralaba sebagai yang punya merek da­gang, sistem, dan hal-hal terkait operasional toko itu sendiri. Kalau ada pihak yang ingin ikut sistem itu, maka terjadilah hubungan antara franchisor dan franchise," tukasnya.  ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA