Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Oke Nurwan mengatakan, pada pelarangan yang pertama, semua produk minyak sawit dan turunannya dilarang masuk Uni Eropa. Namun, untuk minyak sawit pelarangannya didahulukan pada 2021
"Penundaan ini akan kita pelajari lagi. Harus kita perÂhatikan apakah tujuannya itu hanya minyak sawit aja atau yang lain juga. Kita harus hati-hati melihat ini," kata Oke di Jakarta, kemarin.
Berdasarkan arahan Menteri Koordinator Bidang KemaritiÂman Luhut Binsar Pandjaitan, kata dia, pemerintah ingin memastikan keputusan ini juga berlaku untuk produk lain agar sifatnya tidak diskriminatif. Artinya semua vegetable oil juga tidak mendapat pelaranÂgan hingga 2030.
"Karena kan yang awalnya yang 2030 adalah yang lainnya first generation, tapi palm oil didahulukan pada 2021. SekaÂrang ini palm oil mundur jadi 2030 artinya harusnya sama dengan yang lain," jelasnya.
Oke mengatakan, kemungÂkinan ada perubahan kriteria terkait impor oleh Uni Eropa. Sebab itu, pemerintah akan memastikan jika tidak ada kriteria yang merugikan.
Jika dalam pelaksanaan keÂbijakan pengurangan impor minyak sawit terdapat disÂkriminasi yaitu hanya minyak sawit saja yang dibatasi dan minyak nabati tida mendapat perlakuan yang sama, maka pemerintah Indonesia siap mengajukan gugatan.
"Tahap pertama yang kita pastikan manakala terjadi disÂkriminasi, kita lakukan dulu secara normatif kita gugat, apakah itu nanti mau retaliasi atau apa itu cerita lain," teÂgasnya.
Sebelumnya, Menteri PerÂdagangan Enggartiasto Lukita tidak puas dengan adanya penguluran waktu tersebut. Ia tetap mengharapkan Uni Eropa mencabut larangan masuknya produk minyak sawit asal Indonesia.
"Ya walaupun mereka undur dari 2021 ke 2030, tapi kita tetap persoalkan seyogyanya tidak dibatasi. Seandainya kita juga membatasi Airbus sampai 2030 kan juga tidak enak kan. Atau kita bilang wineEropa sampai 2030 itu juga tidak baik," ungkapnya.
Dia menjelaskan, meskipun Uni Eropa mengundur rencana larangan hingga 2030, namun tetap saja rencana itu tetap saja memberikan sentimen negatif terhadap industri sawit juga terhadap situasi perdagangan dengan Indonesia.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Joko Supriyono, mengatakan keputusan penundaan tersebut paling tidak dapat menÂjadi solusi jangka pendek. DenÂgan adanya penundaan ini, posisi Indonesia cukup bagus untuk mempertimbangkan hubungan perdagangan beberapa negara Eropa.
"Indonesia juga punya peluÂang untuk meningkatkan ekspor sawit ke Uni Eropa dan mencari negara ekspor lainnya agar tidak hanya bergantung dengan Eropa," tegasnya. ***
BERITA TERKAIT: