Pengusaha Keluhkan Biaya Membengkak

Cerita Pahit Pilkada

Jumat, 29 Juni 2018, 09:30 WIB
Pengusaha Keluhkan Biaya Membengkak
Foto/Net
rmol news logo Pemilihan kepala daerah (pilkada) bukan hanya menyisakan pil pahit bagi elite politik atau loyalis yang kalah. Di kalangan pelaku usaha sendiri, libur nasional lantaran pilkada justru membuat pengeluaran bertambah.

 Ketua Umum Himpunan Ka­wasan Industri Indonesia (HKI) Sanny Iskandar mengaku dibikin repot oleh kebijakan tersebut lantaran pengumuman libur na­sional saat pelaksanaan pilkada serentak terlalu mendadak. Hal ini cukup merepotkan pelaku industri.

"Ini kan diputuskan di saat saat terakhir. Kita berharap kalau ini memang sudah menjadi agenda nasional harusnya penyampaian­nya jangan terlalu mendesak. Itu kan susah mesin-mesin segala macam itu kan pengaturannya perlu pengaturan yang lebih awal," keluhnya.

Parahnya lagi, tambah Sanny, pengumuman libur pilkada su­dah mendekati hari H. Dampak­nya kepada distribusi produk industri yang akan dieskpor. Apalagi, pengiriman barang ke luar negeri menjadi salah satu upaya mengejar target pening­katan ekspor.

Dia juga menyampaikan gara-gara libur ini membuat pelaku industri harus mengeluarkan biaya tambahan. Pasalnya bagi karyawan yang tetap dipekerjakan dianggap lembur. "Ujung-ujung­nya itu juga akhirnya juga bayar hitungan lembur juga. Ini tetap ada jalan keluar tapi memang ada extra cost di situ," ungkapnya.

Ke depan, Sanny meminta pemerintah harus lebih matang dalam memutuskan kebijakan. Lebih baik lagi, jika kebijakan yang menyangkut perekono­mian dibicarakan terlebih da­hulu kepada pelaku usaha. "Tapi kuncinya jangan segala sesuatu disampaikannya mendadak. Kalau dikasih waktu yang lebih baik itu ya kita bisa merencana­kan semua itu," tambahnya.

Ketua Apindo Hariyadi Su­kamdani menilai, aturan libur na­sional saat pilkada kemarin tidak tepat. Apalagi sudah banyak libur nasional tahun ini. "Kar­ena hanya diikuti 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten. Sehingga bila libur mengikuti undang-undang, hanya daerah yang menyelenggarakan pemilu saja," ujarnya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Dia mengatakan, untuk wilayah yang tidak menye­lenggarakan pilkada, namun sebagian masyarakatnya bekerja di wilayah tersebut, maka bisa diberikan kelonggaran. Misal­nya Jakarta. Pegawai di sini bisa diberikan waktu untuk meny­alurkan hak suaranya sebelum berangkat bekerja

Jika karyawan diliburkan, Hariyadi menegaskan, produk­tivitas perusahaan bisa menurun. Sebab itu, kemarin dia meminta pelaku usaha yang tergabung dalam Apindo tetap melakukan kegiatan bisnisnya seperti biasa. Dengan catatan, perusahaan dan karyawan mendapat kemufaka­tan untuk masuk bekerja.

"Apindo menyarankan ang­gotanya tetap masuk, dengan pendekatan kepada karyawannya agar bersepakat untuk masuk kerja seperti biasa dan tidak memberlakukan tarif lembur libur nasional. Hal ini dilakukan karena anggota kami mengalami penurunan produktivitas 10 hari selama libur dan cuti bersama yang panjang selama Idul Fitri," tuturnya.

Terkait keberlangsungan pilkada sendiri, Hariyadi me­mandang pesta demokrasi di daerah tahun ini berjalan aman dan kondusif. Dalam hitungan­nya, penyelenggaraan pilkada kemarin tidak berpengaruh banyak terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

Meski begitu, dia menyarank­an agar pemerintah membuat ke­bijakan dalam hal meningkatkan efisiensi, daya saing dan nilai tambah ekonomi. Menurutnya, kebijakan yang kontra produkitf hanya akan menghambat per­tumbuhan. Apalagi, saat ini kon­disi global tengah mengalami ketidakpastian.

"Saran pengusaha agar ke­bijakan yang kontra dengan prinsip di atas harus dikritisi masyarakat. Ketidakpastian global membuat kita semua harus bersatu memperkuat ekonomi," imbuh Hariyadi.

Untuk diketahui, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dha­kiri mengeluarkan Surat Edaran (SE) mengenai aturan libur saat Pilkada 2018. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA