Sementara, perusahaan gadai swasta yang telah mengantongi izin baru mencapai 24 perusaÂhaan. OJK pun mendorong 585 perusahaan yang belum berizin, segera mengurus syarat-syarat perizinan.
Selain itu, hingga Maret 2018, aset yang dimiliki perusahaan pergadaian swasta yang berizin dan terdaftar di mejanya menÂcapai Rp 597 miliar. Sementara, aset yang dimiliki perusahaan gadai milik pemerintah, yakni PT Pegadaian, sudah menembus Rp 50,3 triliun. Begitu juga dari sisi kekuatan ekuitas. PegadaÂian memiliki ekuitas sebesar Rp 18,93 triliun sementara perusaÂhaan gadai swasta sebanyak Rp 86 miliar.
Deputi Komisioner Pengawasan Industri Keuangan Nonbank (IKNB) OJK II M Ihsanuddin mengatakan, denÂgan diurusnya perizinan gadai, setidaknya memudahkan OJK dalam melakukan pengawasan usaha gadai swasta.
"Jumlah pasti yang belum terdaftar hanya Allah yang tahu. Terdaftar 25, kita cabut satu jadi tinggal 24. Lalu dikoordinasikan dengan pegadaian sudah terdata 585 gadai yang belum terdaftar dan berizin di OJK. Ini berdasarÂkan tukar-tukaran data antara kita sama pegadaian," terang Ihsanuddin di Jakarta.
Banyaknya jumlah usaha gaÂdai swasta yang belum berizin, diakui Ihsan, membuat OJK kesulitan dalam melakukan pengawasan. Wasit lembaga keuangan ini pun mengancam bakal mencabut izin beberapa perusahaan pegadaian ilegal.
Per Mei 2018, perusahaan peÂgadaian yang terdaftar sebanyak 14 perusahaan dan yang sudah berizin 10 perusahaan Secara lebih rinci, 15 perusahaan peÂgadaian yang sudah terdaftar di OJK sepuluh di antaranya berÂbentuk Perseroan Terbatas (PT), dua koperasi, dua Persekutuan Komanditer atau CV, dan satu Usaha Dagang (UD). Sementara itu, 10 perusahaan yang telah mendapatkan izin dari OJK semuanya berbentuk PT.
Dalam POJK tentang pegadaÂian sendiri, OJK juga mewaÂjibkan adanya minimal modal disetor sebesar Rp 500 juta untuk perusahaan pegadaian yang lingÂkup operasionalnya wilayah kaÂbupaten/kota, dan Rp 2,5 miliar untuk lingkup provinsi.
Dari 24 perusahaan tersebut, salah satunya perusahaan gadai pelat merah yakni PT Pegadaian Persero. Selebihnya merupakan pegadaian swasta.
Menyoal ini, Peneliti dari Institute of Development for Economis and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus menyambut positif langkah yang dilakukan OJK. Terutama dalam menerÂbitkan aturan terkait usaha gadai, lantaran dinilai positif, baik dari sisi ekonomi maupun sosial.
"Selama ini usaha gadai swasta telah banyak menjaÂmur dan diperlukan regulasi, khususnya untuk perlindungan konsumen," ucapnya kepada Rakyat Merdeka.
Karena menurutnya, peruÂsahaan gadai memang terkait perlindungan konsumen. Sebab, jika bangkrut siapa yang tangÂgung jawab.
"Nanti ke depannya, perlu ada aturan terkait transparansi suku bunga. Bagaimana caranya supaya tidak memberatkan naÂsabah. Tapi untuk langkah awal yang dilakukan OJK cukup baiklah, karena ini terkait dengan perlindungan nasabah juga," imbaunya.
Usaha gadai memang perlu diatur mengikuti skema reguÂlasi perusahan gadai. Apalagi, selama ini peminat toko gaÂdai selain PT Pegadaian sangat banyak.
"Harus diakui, peminatnya banyak karena administrasinya ringkas, tidak perlu persyaratan macam-macam. Tapi kan bunganya tinggi sekali dan sifatnya menekan debitor. Sehingga butuh langkah preventif melalui aturan, jika ingin tetap berkemÂbang," imbaunya.
Sedangkan PT Pegadaian memberi bunga yang tidak terlalu tinggi, karena mengikuti aturan regulator seperti Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sehingga, kata dia, ada baiknya juga diajak gadai swasta mengikuti prosedur selayaknya perusahaan pergadaÂian. ***
BERITA TERKAIT: