Analis Pasar Uang PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Reny Eka Putri melihat, sentimen negatif yang menekan rupiah semakin berkurang. Apalagi, BI saat di bawah kepemimpinan Agus DW MarÂtowardojo, terus melakukan interÂvensi serta mengeluarkan kebijakan baru untuk menguatkan rupiah.
"Semoga kebijakan lain yang bisa menstabilkan rupiah diÂlanjutkan Gubernur BI yang baru, Perry Warjiyo. Apalagi dia berkomitmen dalam menstabilÂkan nilai tukar rupiah," ujarnya kepada
Rakyat Merdeka. Sementara dari sisi dolar AS, lanjut Reny, sepekan kemarin sempat menguat karena ekspekÂtasi kenaikan suku bunga Fed Fund Rate hingga empat kali pada tahun ini. Namun ekspektasi itu hanya berkembang di pasar.
"Yang saya lihat, justru hasil notulensi pertemuan (FOMC) yang dirilis Kamis dini hari lalu, malah tidak membicaraÂkan mengenai kenaikan suku bunga," imbuh Reny.
Itu artinya, sambung Reny, setidaknya ada harapan minggu ini rupiah masih berpeluang menguat. Namun, pergerakan terbatas karena banyak hari libur di minggu ini. "Rupiah diproyeksi bergerak di rentang Rp 14 ribu-Rp 14.130 per dolar AS minggu ini," tuturnya.
Pendapat Chief Economist PT Bank CIMB Niaga Tbk Adrian Panggabean sedikit berbeda. Dia melihat rupiah masih akan melanjutkan pelemahannya terhadap dolar AS.
Menurut Adrian, naiknya suku bunga acuan pada saat inÂflasi masih di bawah target kebiÂjakan moneter, ditambah dengan masih lemahnya pertumbuhan ekonomi di kuartal I-2018, yang kemudian direspons oleh pasar obligasi dengan aksi jual yang pada akhirnya membuat rupiah terdepresiasi.
"Beberapa hari yang lalu, ruÂpiah sempat melewati angka Rp 14.200 per dolar. Kami tetap percaya bahwa the Fed akan menaikkan suku bunga acuannya secara gradual tiga kali tahun ini. Itu artinya, US Treasury tenor 10 tahun di akhir tahun akan bergerak di rentang 3-3,25 persen, dan akan kembali menekan rupiah," tuÂturnya kepada Rakyat Merdeka.
Adrian melanjutkan, pihaknya memperkirakan rupiah akan bergerak pada kisaran Rp 13.800-14.100 di tahun 2018. "Kami merevisi proyeksi rupiah dari angka Rp 13.550 per dolar AS," imbuh Adrian.
Terpisah, Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, dalam menstabilkan mata uang Garuda, pihaknya akan mengambil beÂberapa langkah jangka pendek. BI akan memprioritaskan kebiÂjakan moneter untuk stabilisasi kurs dengan kombinasi suku bunga dan intervensi ganda.
"Kemarin sudah naik 25 bps, kami akan rencana untuk preÂemptive, front loading, ahead of the curves, dalam respons kebijakan suku bunga, kemudian terus melakukan intervensi ganda demi stabilisasi kurs," katanya.
Yang dimaksud langkah interÂvensi ganda tersebut, sambung Perry, yakni supply foreign exÂchange dan membeli surat berÂharga negara (SBN) di pasar sekunder hingga Rp 50 triliun. Untuk Mei 2018 saja, BI telah membeli SBN mencapai Rp 13 triliun. "Kami terus beli agar bisa lebih stabilitasi kurs. Lebih front loading," katanya.
Selain itu, koordinasi dengan pemerintah maupun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan ditempuh sebagai langkah bersama untuk stabilkan kurs, yakni dengan leÂlang SBN, buyback, dan lainnya.
"Kami juga akan bertemu dengan perbankan dan dunia usaha yang banyak bergerak dalam devisa, untuk meyakinkan mereka bahwa stabilitas nilai tukar rupiah itu penting dan BI komitmen juga perlu dukungan mereka," ujarnya.
Secara keseluruhan, kata Perry, pelemahan nilai tukar rupiah utamanya selain dipicu oleh fakÂtor eksternal, juga dipengaruhi oleh persepsi pelaku pasar, yang lebih disebabkan adanya miskoÂmunikasi antara regulator dan pelaku usaha tersebut. ***
BERITA TERKAIT: